Sukses

Drama Prabowo, Kemenangan Jokowi

Jokowi-JK menang Pilpres berdasarkan rekapitulasi suara nasional oleh KPU. Sedangkan kubu Prabowo menarik diri dari proses pesta demokrasi.

Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Taufiqurrahman, Ahmad Romadoni, Silvanus Alvin, Edward Panggabean

Bernada keras, tegas nan lantang. Suaranya memecah penantian lebih dari 200 juta rakyat Indonesia yang menunggu hasil rekapitulasi suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 secara nasional.

Prabowo berbicara. Dia membuat kejutan di tengah panasnya rekapitulasi yang diiringi hujan interupsi di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU). Capres nomor urut 1 itu menyatakan menarik diri dari proses Pilpres lantaran, menurut dia, ada kecurangan masif yang diabaikan KPU.

"Kami menarik diri dari proses yang berlangsung," ujar Prabowo Subianto dalam jumpa pers di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Selasa 22 Juli 2014.

Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) itu menyatakan tidak bersedia mengorbankan mandat yang diberikan rakyat karena dipermainkan dan diselewengkan. "Kami Prabowo-Hatta siap menang dan siap kalah dengan cara demokratis dan terhormat," tegasnya.

Prabowo juga meminta seluruh rakyat yang memilih pasangan Prabowo-Hatta tetap tenang. "Yakinlah kami tidak akan biarkan dan hak demokrasi kita dicederai," kata mantan menantu Soeharto tersebut. Dia juga menyebut Pilpres 2014 cacat.

Tim Prabowo-Hatta rencananya juga akan mendesak dan meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang berisi perpanjangan masa kepemimpinan SBY selama 1 tahun mendatang dan diharapkan pada tahun itu, KPU bisa menggelar Pemilu ulang

Memang sebelumnya, Prabowo memprotes KPU terkait dugaan adanya kecurangan. Dia bahkan mengancam akan mempidanakan KPU bila rekomendasi Bawaslu untuk menindak kecurangan diacuhkan.

"Kalau tidak melaksanakan, itu pidana. Jadi ini sangat-sangat mempertanyakan legimitasi dari seluruh proses ini. Kita menganggap semua proses (pemilu) ini cacat," tegas Prabowo, 20 Juli.

Menanggapi ancaman dari Prabowo, Ketua KPU Husni Kamil menegaskan pihaknya tetap melaksanakan proses rekapitulasi suara nasional. "Kami tetap menggelar rapat rekapitulasi suara seusai aturan yang sudah ditentukan," kata Husni di kantor KPU, Jakarta, 21 Juli dini hari. "Itu kan (ancamannya) dari tim kuasa hukumnya saja."

Komisioner KPU Sigit Pamungkas menilai ancaman pidana dari kubu Prabowo sebagai gurauan belaka dan tanda cinta untuk KPU. Dia menjelaskan, proses rekapitulasi suara capres dan cawapres hasil pemilu presiden dan wakil presiden pada 9 Juli 2014 telah dilakukan secara berjenjang. Selama itu pula berbagai permasalahan di tingkat bawah saat proses rekapitulasi berlangsung telah diselesaikan.

"Semua bisa diselesaikan di tingkat tersebut. Jadi KPU di dalam menjalankan proses rekapitulasi ini dibuat secara transparan. Data-data yang dimuat di situs, sehingga publik bisa mengontrol," terangnya. Maka dari itu, lanjut dia, masyarakat Indonesia dapat melihat cara tugas KPU, apakah dijalankan secara benar atau tidak.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jokowi-JK Menang

 Jokowi-JK Menang

Pernyataan menarik diri Prabowo dari proses Pilpres tak membuat KPU menghentikan rekapitulasi. Penghitungan suara tetap dilanjutkan pada Selasa 22 Juli sore. Dan hasilnya pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) dinyatakan menang.

"Menetapkan pasangan nomor urut 2 Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai pemenang Pilpres 2014," kata Ketua KPU Husni Kamil Manik, Selasa 22 Juli malam. Wajah Jokowi-JK tampak berseri-seri di Gedung KPU saat mendengar pengumuman tersebut.

Total perolehan suara Jokowi-JK 70.997.883 atau 53,15%. Sedangkan Prabowo-Hatta 62.576.444 atau 46,85%. Selisih perolehan keduanya sebesar 8.421.389 suara atau 6,3%.

Jokowi-JK menang 23 Provinsi: yakni Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Bangka Belitung, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bengkulu, Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Bali, Maluku, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, dan Sumatera Utara.

Sedangkan Prabowo-Hatta unggul 10 Provinsi: Nusa Tenggara Barat, Aceh, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Gorontalo,  Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Banten, dan Maluku Utara.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai pengusung Jokowi-JK langsung menangis ketika rekapitulasi suara dari 33 provinsi telah selesai. Sambil berlinang air mata, dia menyampaikan terima kasih kepada seluruh partai pendukung pasangan Jokowi-JK yang telah berhasil memenangkan pasangan capres nomor urut 2 itu.

"Mereka yang telah bekerja begitu keras, sebagai Ketua Umum PDIP, saya ingin ucapkan terima kasih pada sukarelawan, partai PDIP, maupun dari Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPI," imbuhnya," kata Mega.

"Akhirnya apa yang pada waktu quick count dengan (hasil) sekarang tak jauh berbeda, maka saya ingin mengatakan bahwa kita partai pendukung dan pengusung telah berhasil memenangkan Bapak Insinyur Joko Widodo dan Bapak Jusuf Kalla," ujar Mega sambil meneteskan air mata, di Kebagusan, Jakarta, Selasa 22 Juli malam.

"Dan insya Allah keduanya menjadi presiden Indonesia RI 2014-2019 yang tentunya tidak melupakan bantuan rakyat Indonesia yang telah menjalankan proses Pemilu ini dengan menjaga kelancaran dan dalam hari-hari bahagia secara damai," sambungnya.

Sorak-sorai pun bergema di Rumah Jenggala, tempat para relawan dan politisi berkumpul menyaksikan bersama pengumuman pemenang Pilpres oleh KPU. Suasana serupa juga terlihat di rumah ibunda Jokowi, Sujiatmi Notomiharjo. Sejumlah kerabat berkumpul, duduk di lesehan lantai, depan televisi.

Sementara kubu Prabowo-Hatta yang awalnya berencana menonton bareng pengumuman KPU, namun tak terlihat di Rumah Polonia, Jakarta Timur. Hatta bahkan tidak terlihat sejak Selasa pagi.

3 dari 3 halaman

Terancam Pidana

Terancam Pidana

Capres Prabowo Subianto menarik diri dari proses Pilpres 2014 yang sedang berjalan dan menolak menggugat hasil Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tim Prabowo-Hatta meminta segala kejanggalan dan kecurangan yang ditemukan, ditindaklanjuti KPU dengan Pemilihan Suara Ulang (PSU).

"Agar KPU melaksanakan PSU di beberapa TPS yang menurut data yang kita punya, terjadi ketidaksinkronan antara jumlah surat suara dengan jumlah rakyat yang mencoblos. Itu wajib hukumnya untuk KPU melakukan koreksi," ujar juru bicara tim pemenangan Prabowo-Hatta, Tantowi Yahya di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Selasa 22 Juli.

Menurut politisi Partai Golkar itu, KPU tidak bisa beralasan waktu PSU sudah lewat. Sebab, menyelenggarakan PSU berdasarkan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan kewajiban KPU. "Ya, nggak bisa alasan tidak ada waktu. Ini kan kewajiban mereka. Tidak ada yang mendesak kok kalau mereka mau," lanjut dia.

Tantowi mengatakan, timnya sudah memiliki serangkaian bukti yang dapat menunjukkan banyaknya kejanggalan dan kecurangan. Karena itu, pilihan menarik diri kubunya merupakan pilihan tepat. "Kita nggak mungkin membabi-buta protes. Protes kita karena kita pakai data," tandas Tantowi.

Langkah mundurnya Prabowo dari proses Pilpres ini bisa membuatnya masuk bui. Sebab penarikan diri dari pesta demokrasi yang sudah masuk tahap penghitungan suara bisa terancam pidana 3 sampai 6 tahun.

Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Pasal 246 disebutkan bahwa "Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)"

Pakar hukum tata negara, Refly Harun membenarkan adanya pidana tersebut bahwa Prabowo bisa terancam dipenjara lantaran mundur dari proses Pilpres. "Iya. Undang-Undang itu dibuat untuk mengantisipasi hal-hal seperti ini," ujar Refly Harun saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Selasa 22 Juli.

Dia menjelaskan, meski demikian, pengunduran diri Prabowo tak berpengaruh terhadap proses rekapitulasi dan pengumuman hasil Pilpres 2014. Jika keberatan, menurut dia, kubu Prabowo hanya bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Proses pemungutan suara sudah selesai. Jadi hasil pemilu tetap dilanjutkan. Mereka (Prabowo) bisa mengajukan gugatan 24 jam (ke MK) setelah pengumuman KPU," jelas Refly. "Yang berpengaruh bila mundurnya sebelum pemungutan suara, rakyat jadi tidak memilih. Kalau ini kan setelah pencoblosan, rakyat sudah menentukan pilihannya," imbuh dia.

Menurut Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, Prabowo tidak bisa begitu saja mundur dari proses Pilpres 2014. Terlebih, tahapan pilpres telah menuju akhir.

"Prabowo tidak bisa mengundurkan diri dari proses pemilihan Presiden, ini sama berlaku seperti seseorang yang sudah mencalonkan diri sebagai anggota DPR atau kepala daerah," ungkap Yusril kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (22/7/2014).

Seharusnya, sambung dia, bila Prabowo keberatan dengan hasil yang diumumkan KPU, dia bisa menggunakan jalur hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Jika ada keberatan soal apapun harusnya diajukan ke MK," tukas Yusril.

Praktisi hukum Erman Umar meminta Prabowo-Hatta berjiwa besar menyikapi hasil akhir rekapitulasi Pilpres 2014, yang diumumkan KPU. "Jika bukti kecurangan tidak masif dan tidak signifikan, maka pihak yang kalah sebaiknya legowo dan berjiwa besar menerima kekalahan," katanya. "Dalam perjuangan politik dan demokrasi adalah wajar ada menang dan ada kalah."

Erman mengatakan, untuk meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia, para elite politik harus memberikan teladan kearifan bagi masyarakat. Dalam negara demokrasi, si pemenang baru dirasa bernilai dan bermakna, jika pihak yang kalah menerima kekalahan dengan jiwa besar. "Jiwa besar untuk kepentingan keselamatan dan kemajuan bangsa," ucap Erman yang juga Ketua Komite Penyelamat Organisasi Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.

Bagaimana pun juga, pesta demokrasi telah dilaksanakan oleh KPU dengan segenap tenaga serta partisipasi rakyat nan antusias. Bagaimana selanjutnya sepak terjang permintaan Prabowo? Kita serahkan pada pihak yang berwenang: KPU. (Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.