Sukses

Ical Digoyang, Peta Koalisi Berubah?

Upaya melengserkan Aburizal Bakrie dari kursi Ketua Umum Partai Golkar kembali menguat. Akankah hal itu terjadi?

Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Taufiqurrohman, Ahmad Romadoni, Silvanus Alvin, Oscar Ferri, dan Rochmanuddin

Angin kencang kembali menerpa 'Beringin'. Wacana melengserkan Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Partai Golkar kembali menyeruak ke permukaan. Kali ini kader Golkar lintas generasi meminta Aburizal Bakrie alias Ical mundur dari kursi ketua umum partai berlambang pohon beringin tersebut. Ical dinilai tak mampu membawa partai mencapai target-target pencapaian yang diinginkan.

"Yang terbaik adalah Ical mengundurkan diri. Tidak ada gunanya Ical tampil di forum-forum dan meninggalkan jejak buruk di partai," kata politisi senior Golkar Fahmi Idris dalam konferensi pers Penyelamatan Partai Golkar di Gedung Perintis Kemerdekaan, Jalan Proklamasi No. 56, Pegangsaan, Jakarta Pusat, Selasa 15 Juli 2014.

Politisi senior Golkar berusia 70 tahun itu mengatakan, sejumlah kegagalan Ical dan yang nampak jelas antara lain, tidak mampu mengelola partai sesuai mekanisme yang baik. Imbasnya saat Pemilu Legislatif 9 April 2014 perolehan kursi Golkar di DPR terendah sejak reformasi bergulir, yaitu 14,75%.

Selain itu menurut salah satu eksponen 1966 tersebut, Ical pernah mendeklarasikan diri ingin menjadi calon presiden (capres), namun karena gagal lalu ingin menjadi calon wakil presiden (cawapres). "Tapi faktanya gagal lagi dan dia justru mendukung partai lain," ujarnya.

Senada dengan Fahmi, politisi senior Golkar Ginandjar Kartasasmita mengatakan, Golkar saat ini telah kehilangan jati dirinya sebagai partai besar. Sehingga perlu dikembalikan ke jalur sebenarnya.

"Golkar ini kan partai besar, tidak mungkin partai besar ikut sana, ikut sini. Hijrah sana, hijrah sini. Kita ingin Golkar kembali pada relnya, pada AD/ART. Ini kegagalan yang buruk sekali," kata Ginandjar di tempat yang sama.

Desakan Mempercepat Munas

Dalam kesempatan itu, kader Golkar lintas generasi juga menyerukan perlunya dilakukan tindakan penyelamatan Golkar, yang diawali dengan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) ke-9 Partai Golkar sesuai AD/ART, selambat-lambatnya 4 Oktober 2014.

Beberapa hari sebelumnya, desakan terhadap Ical juga disuarakan Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono. Agung yang masih menjabat Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat ini menegaskan, masa jabatan Ketua Umum Partai Golkar yang diemban Aburizal Bakrie akan berakhir pada 2014 ini, sesuai dengan keputusan munas partainya.

Artinya, imbuh Agung, masa jabatan yang sudah diemban Ical itu sejak Oktober 2009 hanya akan berlangsung selama 5 tahun. Ical mengatakan, masa jabatan Agung tidak dapat ditambah hingga tahun 2015 seperti isu yang sudah merebak belakangan ini.

"Masa bakti (Ical) itu berakhir tahun 2014, jadi kalau ada yang menyatakan diundur sampai 2015 itu bertentangan dengan anggaran dasar," ujar Agung Laksono di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat 11 Juli pekan silam.

Tak hanya itu, Agung juga menerangkan bahwa Munas Partai Golkar yang akan merekomendasikan pergantian kursi ketua umum tersebut juga tidak dapat dipercepat sebelum masa jabatan Ical berakhir pada Oktober 2014.

Agung Laksono yang saat ini menjabat sebagai salah satu menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid II pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terus dikaitkan sebagai salah satu kandidat Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Aburizal Bakrie. Benarkah?

"Tidak. Saya belum melakukan persiapan, karena belum tahu kapan dilakukannya munas," tandas Agung.

Bersambung ke: Munas Versi Kubu Ical

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Munas Versi Kubu Ical

Kendati demikian, wacana mempercepat munas disanggah Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Tantowi Yahya. Tantowi yang merupakan Juru Bicara Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ini menegaskan bahwa munas tetap akan berlangsung pada 2015.

"Munas Riau (Oktober 2009) amanatkan akhir kepengurusan ARB adalah tahun depan," kata Tantowi kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Selasa (15/7/2014).

Tantowi menuturkan bahwa munas memang selalu dilaksanakan pada bulan Oktober yang bertepatan dengan ulang tahun Golkar. Namun partai berlambang pohon beringin itu mengantisipasi kesibukan di Oktober 2014 dengan asumsi (saat Munas Oktober 2009) ada kader yang menjadi capres.

"Kita antisipasi kesibukan pilpres akan menyita perhatian dan waktu kami. Asumsi kami ada kader Golkar yang terlibat sebagai capres dan terjadi dua putaran, maka sampai September akan sibuk," ucap anggota Komisi I DPR ini.

Adapun menyikapi gejolak di internal Golkar, Tantowi menganggapnya sebagai hal yang biasa. "Golkar terus berkembang karena di internal gemuruh terus-menerus. Enak untuk dipantau dan membuat kita makin dewasa, tidak akan buat kita terpecah," ucap politisi yang berlatar penyanyi dan presenter kuis tersebut.

Kepemimpinan Ical Dikritik

Tantowi Yahya boleh berkata demikian, namun tarik-menarik kepentingan soal percepatan munas tetap sengit. Politisi senior Golkar Ginandjar Kartasasmita bahkan menyerukan kepada seluruh lintas generasi partai berlambang pohon beringin menyelenggarakan munas. Munas dianggap satu-satunya jalan untuk menyelamatkan partai yang menduduki peringkat kedua perolehan suara pada Pemilu Legislatif 9 April silam.

"Kami merasa khawatir yang sangat mendalam melihat kondisi Partai Golkar saat ini. Apa yang kami lakukan saat ini, merupakan sebuah bentuk penyelamatan Golkar sebagai partai besar," ujar Ginandjar saat jumpa pers di Gedung Perintis Kemerdekaan, Jakarta, Selasa 15 Juli 2014.

Mantan Menteri Pertambangan dan Sumber Energi di era Soeharto ini menjelaskan, peran Golkar dalam konstelasi politik 2014, menunjukkan kegagalan. Baik target perolehan suara dalam Pileg maupun Pilpres 2014.

"Atas dasar itu kami menyambut dan mendukung langkah-langkah yang diambil ormas Trikarya Partai Golkar. Kami kader-kader partai menyerukan kepada kader untuk melakukan tindakan penyelamatan untuk membangkitkan kejayaan partai," ujarnya.

Kepemimpinan Ical juga dikritik Fahmi Idris. Politisi senior Partai Golkar ini menyesalkan gaya kepemimpinan Ical sebagai ketua umum yang memperlakukan partai seperti sebuah perusahaan. Kepemimpinan Ical yang juga bos Bakrie Group itu dianggap tidak mengakomodir kader muda untuk maju di dalam partai.

"Ical mengendalikan Golkar tidak sebagaimana tradisi memimpin sebuah organisasi, dia seperti mengelola perusahaan. Dia tidak mempertimbangkan keberadaan kader muda," kata Fahmi dalam konferensi pers Penyelamatan Partai Golkar di Gedung Perintis Kemerdekaan, Jakarta, Selasa 15 Juli 2014.

Menurut Fahmi, Ical bahkan memasukkan orang yang tidak dikenal ke dalam partai berlambang pohon beringin itu, meskipun orang itu tidak mengikuti jenjang kaderisasi yang ditetapkan. "Contohnya Rizal Mallarangeng, dia tidak pernah ada di Golkar. Tiba-tiba lompat-lompat ke Golkar. Buruk sekali," cetusnya.

Lantaran itulah, imbuh Fahmi, kader Golkar lintas generasi menyerukan kepada para kader Golkar di seluruh Indonesia untuk berjuang mengembalikan Golkar di jalur yang benar.

Fahmi menambahkan, penyelamatan Golkar harus diawali dengan menggelar Munas ke-9 sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), selambat-lambatnya 4 Oktober 2014.

Tanggapan Ical

Desakan dan hujan kritik menerpa Ical. Walau demikian, politisi berusia 67 tahun tetap tak peduli menanggapi adanya wacana percepatan munas yang bakal bermuara pada upaya melengserkan dirinya sebagai ketua umum.

Ia bahkan mengaku tidak khawatir dengan desakan tersebut. Sebab, menurut Ical, mereka yang terus meraung-raung sebenarnya tidak punya kekuatan. "Yang ngomong-ngomong itu tidak punya kekuasaan cuma mangap saja," ujar Ical di Jakarta, Selasa 15 Juli 2014.

Ical pun tampak enggan mengomentari arus perlawanan kader partai terhadapnya. Ical yang kala itu menemani capres Prabowo Subianto memilih bergegas menuju mobilnya.

Bersambung ke: Peta Koalisi Bakal Berubah?

3 dari 4 halaman

Peta Koalisi Bakal Berubah?

Goyangan kesekian kali terhadap Ical dan isu perpecahan Golkar pun menimbulkan pertanyaan. Akankah berpengaruh terhadap peta koalisi? Mengingat, Koalisi Merah Putih baru satu hari dideklarasikan secara permanen, yakni pada Senin 14 Juli 2014.

Koalisi yang mengusung pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pun turut diisukan berpotensi pecah. Musababnya, sikap Partai Golkar yang dinilai mulai beralih ke pasangan lawan, Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

Hal ini membuat capres usungan Koalisi Merah Putih, Prabowo Subianto angkat bicara. Apa kata mantan Danjen Kopassus itu?

"Baru mulai, sudah isu perpecahan. Itu selalu negative thinking. Jangan negative thinking," ujar Prabowo di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa 15 Juli 2014.

Prabowo menjelaskan, dalam sebuah negara beradab ada istilah sanctity of the contract, kontrak yang sakral. Pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian, apalagi turut menandatanganinya bisa dibilang terikat dalam ikatan suci.

"Makanya dalam perdagangan, dalam bisnis, dalam hubungan, kalau sudah tanda tangan kontrak, walaupun kontrak itu sakit bagi kita, kita harus hormati. Itu namanya yang saya omongin the sanctity of the contract," ujarnya.

Karena itu, lanjut Prabowo, setiap pihak harus menghargai setiap kontrak yang sudah terjalin. Terlebih, Indonesia merupakan salah satu negara yang beradab. "Perjanjian itu sakral. Kita berpikir positif. Kita maju dengan jiwa yang baik berpikir baik, berikhtiar baik saya kira itu intinya," tandasnya.

Prabowo boleh jadi memberi isyarat kepada Ical. Terlebih, sehari sebelumnya Ical turut hadir dalam deklarasi permanen Koalisi Merah Putih yang diusung ketujuh partai

Dalam pidato politiknya di Tugu Proklamasi, Jakarta, Senin 14 Juli 2014, Ical berharap Koalisi Merah Putih dapat melaksanakan sistem presidensial dan pemerintahan baru nanti. "Kita menginginkan bahwa sistem presidensial yang kita anut dijalankan sebaik-baiknya. Kita tahu DPR RI akan terdiri dari 10 parpol."

"Karena itulah koalisi nanti dapat berkomunikasi dengan baik apabila dua koalisi yang diajak berunding oleh presiden untuk menentukan arah pemerintahan ke depan, maka kita bisa lakukan check and balances. Kita bisa lakukan dalam Koalisi Merah Putih dapat melakukan dalam satu suara," tegasnya.

Koalisi Permanen untuk Mengikat Golkar?

Deklarasi koalisi permanen disinyalir untuk mengamankan partai-partai pengusung Prabowo-Hatta, terutama mengikat Partai Golkar yang diisukan akan berpaling kepada pasangan Jokowi-JK. Benarkah demikian?

Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, apa yang digaungkan koalisi ini memang untuk 'mengamankan' agar pemerintahan Prabowo-Hatta jika kelak menang, (berjalan paralel dengan parlemen). Tidak ada penjegalan, DPR menjadi penjaga gawang pemerintahan.

"Menurut saya ini sinyal menjelang akan diumumkannya hasil Pilpres pada 22 Juli oleh KPU, selama ini kan koalisi tidak solid. Pengalaman 2 periode Pilpres 2004-2009 yang dimenangkan SBY tidak ada jaminan," ujar Zuhro kepada Liputan6.com, Senin 14 Juli 2014.

Beberapa hari sebelumnya, isu berpalingnya Golkar untuk merapat ke barisan koalisi pendukung Jokowi-JK memang kencang berembus. Capres Jokowi bahkan sempat menanggapinya.

"Bagus-bagus saja, saya terima saja kalau didukung. Semua yang punya semangat ya ayo," ujar Jokowi di Kantor DPD PDIP Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Sabtu 12 Juli 2014.

Jokowi memberikan sinyal positif pada partai berlambang pohon beringin itu. Gubernur nonaktif DKI Jakarta itu siap menerima Golkar jika memang partai pimpinan Aburizal Bakrie itu mau memberikan dukungan resmi padanya demi mewujudkan pemerintahan dan parlemen yang kuat.

Meski demikian, Jokowi mengingatkan agar tak ada transaksional dalam pemerintahan yang akan dibangunnya jika terpilih menjadi presiden kelak. Bila masih meminta kursi jabatan, maka Jokowi tak segan-segan menolaknya. "Kita kan nggak minta-minta, jadi terserah Golkar, kita terima-terima saja," tegas Jokowi.

Pernyataan Jokowi itu jelas 'lampu kuning' bagi Koalisi Merah Putih mengingat Golkar mempunyai kekuatan 91 kursi di parlemen pasca-Pileg 2014.

Namun, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Tantowi Yahya membantah partainya akan beralih mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Dia menyatakan, Partai Golkar saat ini masih berada dalam Koalisi Merah Putih pendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

"Golkar ada yang pengurus. Pengurus ini seperti saya, Ketua Umumnya Aburizal Bakrie," kata Tantowi usai diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 12 Juli 2014.

"Garis dari Aburizal adalah kita berada di Koalisi Merah Putih," imbuhnya.

Bersambung ke: Golkar Belum Pernah Jadi Partai Oposisi

4 dari 4 halaman

Golkar Belum Pernah Jadi Partai Oposisi

Jaminan dari Ical dan Tantowi Yahya mungkin bisa menenangkan Koalisi Merah Putih. Hanya saja dalam sejarahnya, Partai Golkar tidak pernah menjadi partai oposisi. Golkar selalu berada di dalam pemerintahan. Hal itu pula yang dinilai menjadi faktor kemungkinan berpindahnya partai beringin itu ke pasangan Jokowi-JK.

Faktor kemungkinan itulah yang dinilai sejumlah pengamat, bahkan kalangan internal partai.

Empat hari menjelang deklarasi permanen Koalisi Merah Putih, juru bicara Poros Muda Indonesia yang juga politisi Golkar, Andi Sinulingga mengatakan, besar kemungkinan Golkar akan mengalihkan dukungannya kepada pasangan Jokowi-JK. Terutama, bila hasil resmi pilpres yang dikeluarkan KPU menyatakan pasangan itu menang.

"Bagi Partai Golkar, yang terpenting adalah semangat melakukan pembangunan, dan mewujudkan cita-cita pendiri bangsa. Itu yang paling penting," kata Andi di Jakarta, Kamis 10 Juli 2014.

Dia juga menanggapi apa yang disampaikan Wasekjen Partai Golkar Tantowi Yahya, yang sempat mengatakan partainya akan meninggalkan Koalisi Merah Putih bila Prabowo-Hatta kurang beruntung pada Pilpres 2014.

"Mungkin Tantowi sedang gelisah. Tapi eksistensi Golkar memang diabdikan sebesar-besarnya untuk negara," ujarnya.

Salah satu pendiri Poros Muda Indonesia yang juga Kabalitbang Golkar, Indra J. Piliang juga membenarkan hal tersebut. Ia menegaskan, Golkar perlu masuk dalam pemerintahan.

"Kita punya visi negara kesejahteraan 2045, maka kita perlu kekuasaan. Itu semua tidak mungkin bisa jalan tanpa bergabung dengan pemerintah yang terpilih," ujarnya.

Selain itu, kata Indra, masuknya Gokar tentu akan menambah kekuatan koalisi yang mengusung Jokowi-JK di parlemen. Sebab, terbukti koalisi tersebut tidak dapat banyak bicara untuk mencegah perubahan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"Koalisi PDIP tidak cukup kuat untuk pemerintahan Jokowi-JK. Maka perlu dukungan Golkar, dan ini bukan hal yang memalukan," tandas Indra.

Partai Golkar merupakan salah satu partai tertua di Indonesia. Belum pernah sekali pun Golkar menjadi oposisi dan berada di luar pemerintahan. Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Saiful Umam menilai tidak menutup kemungkinan Golkar akan merapat kepada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

Namun, bila bergabung, Golkar akan merugikan citra Jokowi. "Golkar mempunyai problem tersendiri dengan ketua umumnya Aburizal Bakrie. Kalau bergabung dengan Jokowi-JK akan menambah beban PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dengan citra yang selama ini dibangun akan membentuk koalisi ramping dan tanpa bagi-bagi kursi," ujar Saiful saat dihubungi di Jakarta, Jumat 11 Juli silam.

Dan perkembangan terakhir, Golkar telah menandatangani kontrak politik dengan Koalisi Merah Putih. Namun, akankah partai yang sempat menjadi mesin politik Orde Baru ini berubah pendiriannya? Kita nantikan saja episode selanjutnya partai berlambang pohon beringin ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.