Sukses

Bedah Jejak Capres, Prabowo Dinilai Beri Pendidikan Politik

"Apa yang disampaikan Prabowo bukan black campaign, tapi menyampaikan fakta-fakta yang lumrah."

Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa kampanye, calon presiden dari Partai Gerindra Prabowo Subianto kerap meminta rakyat mewaspadai adanya 'pemimpin boneka' dan 'pemimpin bohong'. Pernyataan itu dinilai masih wajar dan tidak termasuk black campaign.

"Membedah rekam jejak lawan politik sebagaimana yang dilakukan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu justru merupakan pendidikan politik untuk mencerdaskan pemilih," kata Sekjen Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) Umar S Bakrie melalui pesan tertulisnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (27/3/2014).

Umar menyatakan apa yang diungkapkan Prabowo yang secara agresif menyebut pemimpin mencla-mencle, pembohong, presiden boneka dan sebagainya merupakan sebagai pendidikan politik yang normatif.

"Apa yang disampaikan Prabowo bukan black campaign, tapi menyampaikan fakta-fakta yang lumrah terjadi dalam kontestasi politik. Dalam demokrasi modern, membedah rekam jejak lawan politik adalah hal yang lumrah," ungkapnya.

Lebih jauh Umar menjelaskan, jika ada seorang pemimpin yang sudah berjanji akan memimpin 5 tahun dan menyelesaikan tugasnya baik di pemerintah pusat maupun di daerah, kemudian berhenti di tengah jalan karena mengincar jabatan yang lebih tinggi, hal itu jadi bukti nyata kebohongan dari pemimpin tersebut dan mengkhianati amanat rakyat.

"Selain itu, jika ada seorang negarawan yang menandatangani perjanjian di atas meterei kemudian mengingkarinya begitu saja, bukankah itu negarawan yang mencla-mencle?," tanya Umar.

Karena itu menurutnya, apa yang dinyatakan Prabowo di hadapan publik itu akan memberikan pendidikan politik yang baik bagi bangsa. Capres Partai Gerindra itu justru mengingatkan publik agar tidak salah pilih lagi dalam Pilpres 2014 nanti.

"Publik perlu mencermati dengan seksama siapa calon pemimpinnya dengan membedah rekam jejak dan integritas moralnya. Publik selama ini sering terkesima dengan popularitas kandidat ketimbang rekam jejak dan integritas moralnya. Padahal tidak jarang popularitas itu hanya merupakan produk pencitraan yang jauh dari realitas," tukas Umar.

Dalam setiap kampanye, Prabowo Subianto menyindir kepada pesaingnya pada Pemilu 2014. Sindiran ini disampaikan ketika memberika orasi di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (23/3/2014). Banhak Prabowo pun membacakan Sajak Satire.

"Ada seorang tokoh politik, dia mengatakan jangan saling menjelek-jelekan, saya setuju. Menjelekan orang tidak baik, dia mengajurkan politk itu santun. Katanya santun, saya aneh. Dan akhirnya saya bikin sajak," kata Prabowo dalam orasi politiknya.

Prabowo mengatakan, orang tersebut telah mengajarkan berpolitik santun kepadanya. Akan tetapi, ajaran kesantunan itu tidak diwujudkan dengan bukti nyata dan malah terkesan mengkhianati amanah rakyat yang telah diberikan kepadanya.

Karena itu Prabowo melihat, pernyataan tokoh tersebut sebagai lahirnya sebuah budaya politik baru yang ia sebut budaya politik "boleh bohong". Padahal, kata dia, hampir semua orang selalu diajarkan untuk berkata jujur.

Baca juga:

Prabowo: Kekayaan Alam RI Hilang Rp 3.000 Triliun per Tahun

Prabowo: Kita Tak Butuh Pemimpin yang Mencla-mencle

Ratusan Purnawirawan TNI Polri Dukung Pencapresan Prabowo

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini