Sukses

Salam 2 Jari Ruhut untuk Jokowi-JK

Pilihan Ruhut jatuh kepada Jokowi-JK karena kecewa atas sikap partai-partai koalisi yang tak mendukung SBY sepenuh hati.

Liputan6.com, Jakarta - Tak ada angin tak ada badai, Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul tiba-tiba saja membuat pernyataan yang membuat partainya kalang kabut. Anggota Komisi III DPR itu menyatakan dukungan kepada pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

Padahal, masih segar dalam ingatan publik, tepat sepekan lalu di Hotel Crowne Plaza, Senin 16 Juni 2014, Fraksi Partai Demokrat di DPR menyatakan dukungannya kepada pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta).

Menurut Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf, dari 148 anggota FPD di DPR, 115 orang di antaranya menyatakan mendukung pasangan Prabowo-Hatta.

"Ini benar-benar murni dan kami berkomitmen dengan dukungan tersebut," ujar Nurhayati yang juga Koordinator Deklarasi Dukungan Anggota Partai Demokrat untuk Prabowo-Hatta tersebut.

Wajar kalau kemudian Nurhayati dan FPD mengaku kaget dan tak percaya dengan apa yang diucapkan Ruhut. Terlebih, pilihan untuk merapat ke Jokowi-JK itu menurut Ruhut sudah mendapat restu dari Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.

Ruhut yang mantan politisi Partai Golkar ini memang tak main-main. Dia dengan gamblang menyebutkan kenapa akhirnya memutuskan untuk mendukung Jokowi-JK ketimbang ikut dalam gerbong besar FPD yang mendukung pasangan Prabowo-Hatta.

Ia menjelaskan, pilihannya jatuh kepada Jokowi-JK karena kecewa atas sikap partai-partai koalisi yang tak mendukung SBY sepenuh hati. Terlebih, Prabowo menyebut ada kebocoran anggaran di pemerintahan, padahal saat pemaparan visi dan misi di hadapan ratusan pengurus Demokrat, Prabowo-Hatta berjanji meneruskan program SBY.

"Mereka kan didukung partai koalisi pemerintahan sekarang, tapi malah nyerang kita dengan sebut bocor. Seharusnya, dia (Prabowo) berkaca dan tanya dulu ke Pak Hatta bagaimana," ujar Ruhut.

Alasan lainnya, dia mengaku tertarik dengan slogan yang diusung Jokowi-JK, yakni 'Indonesia Hebat'. Menurut dia, kalimat itu bentuk pujian tidak langsung kepada pemerintahan SBY. Ruhut pun membandingkannya dengan slogan yang diangkat pasangan Prabowo-Hatta yaitu 'Indonesia Bangkit'.

"Artinya mereka mengakui keberhasilan SBY selama 10 tahun ini, makanya dikatakan 'Indonesia Hebat'. Kalau Indonesia Bangkit, bangkit apanya? Memangnya selama ini SBY tidur?" tanya Ruhut.

Demokrat Ancam Pecat Ruhut

Namun, apa pun alasan Ruhut, tampaknya tak mampu meredam kemarahan di tubuh Demokrat. Nurhayati dengan tegas membantah klaim Ruhut soal dukungan SBY atas sikapnya yang merapat ke Jokowi-JK.

"Tentang dukungan Ruhut ke Jokowi yang dapat restu dari SBY adalah tidak benar. Apa yang dikatakan Ruhut untuk mendukung Jokowi atas restu SBY jelas-jelas tidak benar karena tidak mungkin ketua umum lari dari rapimnas yang dipimpin langsung," kata Nurhayati di Gedung DPR, Jakarta, Senin 23 Juni 2014.

Wakil Ketua Umum PD itu juga menantang Ruhut membuktikan bahwa ia didukung dan direstui oleh SBY. "Ruhut tak punya bukti, saya taruhannya, silakan dibuktikan, apakah itu rekaman, percakapan dengan SBY, tulisan atau yang lainnya. Silakan tunjukkan saja ke media," tantang Nurhayati.

Tak mau dipermalukan oleh langkah yang diambil Ruhut, ancaman pun ditebar Nurhayati. Ruhut diancam diusir dari partai itu jika tetap mendeklarasikan diri mendukung Jokowi-JK.

"Saya sudah telepon Ruhut, tapi masih sebut sudah dapat restu dari SBY. PD punya hak untuk menertibkan anggotanya, saya berhak ganti. Bila tetap deklarasikan diri, selaku ketua fraksi saya akan ambil tindakan sesuai garis partai. Kalau Ruhut tak lagi sesuai dengan PD, lebih baik dan gentleman, mundur saja, tak usah bawa-bawa nama SBY," ancam Nurhayati.

Dia mengemukakan, Keputusan PD dalam pilpres adalah secara institusi netral sesuai dengan hasil Rapimnas PD.

"Hasil rapimnas merupakan keputusan bersama pada 18 Mei, di situ ada Ruhut, hasilnya adalah 56 persen meminta PD bersikap netral, 22 persen mendukung Prabowo-Hatta, 21 persen ingin PD bentuk poros baru bersama Golkar. Ini hasil rapimnas PD. Seharusnya Ruhut sadar hasil rapimnas itu. Bila saat itu yang ingin dukung capres lain, kenapa tidak dikemukakan. Tidak satupun peserta dukung Jokowi-JK dalam rapimnas itu," ujar Nurhayati.

Karena itu, menurut Nurhayati adalah aneh jika kemudian Ruhut memilih jalan di luar yang sudah ditetapkan. "Kami minta Ruhut untuk tidak mengatasnamakan SBY dalam memberikan dukungan ke capres lain di mana tidak sesuai dengan hasil rapimnas," kata Nurhayati.

Namun, apa yang disampaikan Nurhayati sebenarnya juga tidak sepenuhnya benar. Sebab, usai deklarasi dukungan kepada Prabowo-Hatta, dia menyatakan tidak ada larangan terhadap individu di FPD untuk mendukung pasangan capres tertentu.

"Ya kan saya sudah beritahu bahwa hak individu, bahwa jangan kemudian netralitas Demokrat ini diartikan bahwa Demokrat melanggar UU Konstitusional tersebut. Itu tidak benar. Jadi hak setiap individu dan setiap kader menentukan pilihannya, dan kita tidak melarang. Jadi tidak ada larangan untuk memilih yang lain," katanya di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 18 Juni 2014.

Dulu Benci, Sekarang Memuji

Terlepas dari kegeraman FPD terhadap keputusan Ruhut, langkah yang diambil politisi kelahiran Medan, Sumatera Utara, 24 Maret 1954 itu memang terbilang aneh. Sebatas yang bisa diamati dari komentarnya selama ini, Jokowi jelas bukan sosok yang diidolakan Ruhut, baik sebagai Gubernur DKI Jakarta maupun sebagai capres. Sebaliknya, puja dan puji selalu dia lontarkan untuk Prabowo.

Bahkan, kalau diurutkan, komentar tak sedap terhadap Jokowi yang pernah diucapkan Ruhut bisa punya daftar tersendiri. Dalam berbagai kesempatan, dia antara lain pernah menyebut Jokowi sebagai raja pencitraan, sosok yang galau dan nggak ngaca, serta cuma anak kos di PDIP.

Selain itu, Ruhut juga mencela aksi Jokowi saat pengundian nomor urut di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di akhir sambutannya ketika itu, Jokowi sempat mengajak untuk memilih nomor 2 sebagai nomor pasangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014.

Ruhut menilai, Jokowi mengalami demam panggung saat itu lantaran tak mendapatkan nomor urut 1 sebagai kandidat capres pada Pilpres 2014. Namun menurutnya, hal ini tak perlu dibesar-besarkan.

"Itu bagian daripada demam panggung. Mungkin Jokowi-JK sudah berpikir dapat nomor urut 1," kata Ruhut.

Sementara terkait dengan Prabowo, Ruhut pernah mengaku mendapatkan undangan untuk bertemu dengan orang kepercayaan mantan Danjen Kopassus itu. Pemeran sosok Poltak dalam sebuah sinetron ini mengklaim ditawari untuk menjadi bagian dari tim pemenangan Prabowo-Hatta.

"Nanti siang, orang dari Pak Prabowo mau ketemu aku. Nggak tahu nanti di mana makan siangnya," katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 18 Juni 2014.

Namun Ruhut belum bisa membuka nama orang kepercayaan Prabowo tersebut. "Orang kepercayaan Pak Prabowo, orang yang sangat dipercaya Prabowo," ujarnya.

Pada kesempatan lainnya, dia mengatakan percaya kalau nomor 1 lebih menjual dibandingkan dengan nomor lain. Nomor 1 merupakan nomor urut pasangan Prabowo-Hatta.

"Pengalaman saya jadi jurkam memenangkan calon, nomor urut 1 lebih mudah daripada nomor urut lain. Tuhan memberi tanda-tanda, yang menjadi pemenang. Dimana-mana Anda merebutkan nomor 1," kata Ruhut.

Dengan semua fakta itu, perubahan sikap yang diambil Ruhut bisa disebut terjadi dalam waktu yang sangat singkat dengan disertai alasan yang terbilang kurang kuat. Namun, bagi Ruhut semua itu masuk akal.

Tegaskan Pilihan Lewat Deklarasi

Bahkan, untuk memperlihatkan keseriusan dirinya mendukung Jokowi-JK, Ruhut mendeklarasikan sikapnya itu di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin malam. Didampingi mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab, seniman Anwar Fuadi serta timses Jokowi-JK dan mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Jenderal TNI (purn) Luhut Binsar Panjaitan, Ruhut tampil percaya diri.

"Salam 2 jari dan jangan lupa pilih Jokowi," ucapnya ketika ditanyakan apa yang akan dilakukan jika bertemu dengan Gubernur non-aktif DKI Jakarta itu.

Dia juga menegaskan tak akan ada masalah dengan SBY serta Pramono Edhie Wibowo, di mana dia masih menjabat sebagai jubir mantan KSAD tersebut.

"Kita hormati SBY sebagai ketum dan presiden. Apalagi SBY adalah presiden yang dipilih rakyat. SBY sendiri memilih netral. Sedangkan terakhir komunikasi dengan Pak Pramono, beliau ada di kubu Prabowo. Saya hormati beliau," tegasnya.

Ruhut juga menampik adanya janji-janji dari kubu Jokowi-JK jika pasangan itu nantinya memenangkan Pilpres 2014. "Jujur saja, Jokowi-JK mengajarkan saya bekerja keras untuk memenangkan rakyat. Dan bagi saya jabatan bukan segala-galanya," jelas lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran ini.

Terkait dengan ancaman pemecatan dari Demokrat yang dilayangkan Nurhayati, Ruhut mengatakan tak ada ketakutan sama sekali. "Saya anak TNI, saya Ketua Pemuda Pancasila, saya geluti 20 tahun di organisasi, nggak usahlah macam-macam," ujarnya.

Pilihan sudah ditetapkan. Satu dukungan bertambah lagi bagi pasangan Jokowi-JK. Apakah dukungan ini akan membuat amunisi bertambah atau justru kontraproduktif bagi elektabilitas Jokowi-JK, jawabannya masih butuh waktu.

Masih ada waktu tersisa sekitar 2 pekan lagi menuju Pilpres 2014. Waktu sesingkat itu akan membuktikan apakah gebrakan Ruhut memberi arti positif atau malah menerbitkan sentimen terhadap pasangan capres-cawapres nomor urut 2.

Demikian pula untuk Ruhut pribadi, langkah ini bisa saja menaikkan posisi tawarnya di panggung politik Tanah Air, atau bisa pula berakibat fatal, tersingkir dari Demokrat dan tak mendapat apa-apa di 'rumah' yang baru. Semuanya masih harus menunggu.


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.