Sukses

Pengamat: Ada Skenario Penjegalan Pelantikan Jokowi-JK

Hal itu bisa dilihat dengan adanya rencana pelantikan Jokowi-JK yang akan dilakukan pada malam hari yang di luar kelaziman.

Liputan6.com, Jakarta Pusat Kajian (Pusaka) Trisakti mengatakan, ada skenario penjegalan agar pelantikan Joko Widodo‎-Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2014 batal dilakukan. Hal itu bisa dilihat dengan adanya rencana pelantikan Jokowi-JK yang akan dilakukan pada malam hari yang di luar kelaziman.

Rencana pelantikan malam hari itu kian dikuatkan dengan belum adanya ketegasan waktu dari pimpinan DPR dan MPR termasuk KPU‎ untuk menggelar pelantikan.

"Informasi tersebut mendekati kebenaran ketika berkembangnya wacana pelantikan malam hari untuk menghindari dan antisipasi tindakan anarkis yang tidak dikehendaki," kata Ketua Pusaka Trisakti, Rian Andi Soemarno‎ di Jakarta, Minggu (12/10/2014).

Tak cuma itu, ‎Rian berharap Mahkamah Konstitusi (MK) melalui amar putusannya dapat segera memberi tafsir beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) yang tengah diuji materi. Kata dia, Pasal 14, Pasal 15 ayat 1 dan 2, serta Paasal 34 ayat 4, 5, 6, dan 7 ‎dalam UU MD3 terkait frasa 'pimpinan MPR' masih mutitafsir.

Dengan belum ditafsirkannya oleh MK pasal-pasal itu, bisa saja membuat sidang paripurna MPR pada 20 Oktober 2014 nanti berlarut-larut sampai malam hari hanya untuk mempersoalkan ketidaklengkapan pimpinan MPR‎.

‎"Jika MK tidak segera menafsirkan beberapa pasal krusial di UU MD3, itu dapat dijadikan 'alat' untuk menunda pelantikan Jokowi-JK pada tanggal 20 Oktober," ujar Rian.

Direktur Eksekutif Pusaka Trisakti Fahmi Habsyi menambahkan, terdapat korelasi antara rencana pelantikan malam hari dan frasa 'pimpinan MPR' sehingga dapat membuat sidang paripurna pada 20 Oktober nanti sampai larut malam. Dia menyebut, hal itu merupakan 'bungkusan konstitusional' untuk menjegal Jokowi-JK dilantik.

"Ada korelasi antara pelantikan di malam hari dengan beberapa pasal-pasal di UU MD3. Itu dapat menjadi 'bungkusan konstitusional' untuk melegitimasi penundaan transisi kekuasaan sekaligus memunculkan kekosongan kekuasaan," ucap Fahmi.

‎"Jika itu terjadi sangat berpotensi 99 persen Jokowi-JK batal dilantik dan adanya vacum of power," ujar Fahmi.

Fahmi menjelaskan, Indonesia belum memiliki aturan yang jelas jika terjadi ‎kekosongan kepemimpinan. Sehingga hal itu merupakan harga yang terlalu mahal dibayar oleh masyarakat karena tidak punya pemimpin.

"Itu terlalu mahal bagi rakyat dan demokrasi untuk dibayar jika itu benar terjadi," tukas Fahmi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.