Sukses

7 Kesaksian Kubu Prabowo-Hatta yang Ditegur Hakim MK

Sidang beragendakan mendengar keterangan dari pihak Prabowo-Hatta, pihak KPU, pihak Jokowi-JK, dan Bawaslu.

Liputan6.com, Jakarta - Sidang kedua gugatan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2014 yang dilaporkan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa telah digelar pada Jumat 8 Agustus 2014.

Pada sesi kedua, keterangan dari sejumlah pihak diperdengarkan, mulai dari kubu KPU sebagai pihak termohon, kubu Prabowo-Hatta sebagai pihak pemohon, dan kubu Jokowi-JK dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pihak terkait.

Beberapa hakim konstitusi bertindak tegas dan menegur beberapa saksi yang dinilai memberikan keterangan kurang jelas, lengkap, atau pun kredibel. Beragam reaksi muncul dari para saksi. Ada yang diam dan menangis.

Berikut kesaksian-kesaksian yang ditegur hakim konstitusi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

Kesaksiaan Dianggap Main-main

Kesaksiaan Dianggap Main-main

Pada persidangan kedua, saksi Prabowo-Hatta diberi kesempatan untuk membacakan gugatan kecurangan yang diklaim terjadi di beberapa daerah. Seorang saksi bernama Purwanto membacakan dugaan kecurangan di Kecamatan Waru, Sidoarjo, Jawa Timur.

Pria berkacamata itu sempat terlihat kebingungan saat menjelaskan kecurangan yang terjadi di salah satu  TPS di kecamatan itu.

Purwanto menyatakan, terjadi penggelembungan suara sejumlah 130 dari 260 suara atau 50%. Namun ketika ketua majelis hakim yang juga Ketua MK, Hamdan Zoelva menanyakan apakah ada saksi dari kubu Prabowo-Hatta di TPS itu, Purwanto mengaku tidak ingat.

"Ada saksi nggak?" tanya Hamdan Zoelva dalam sidang di Gedung MK, Jumat 8 Agustus.

Purwanto pun lantas menjawab. "Nggak ingat."

Kemudian hakim konstitusi lainnya, Fadlil Jumadi menimpali kesaksian Purwanto. Sementara Purwanto kian gugup.

"Ah ini mah main-main saja ini. Saudara ditanya perolehan pengetahuan saudara darimana, kalau saksi saja nggak tahu?" tanya Fadlil Jumadi.

Purwanto pun menjawab, "Dari tim data yang kita pakai di rekapitulasi."

3 dari 8 halaman

Saksi Nyaris Diusir

Saksi Nyaris Diusir

Dalam sidang lanjutan itu, salah satu saksi dari kubu Prabowo-Hatta nyaris dikeluarkan dari sidang. Kejadian terjadi saat saksi bernama Rahmatullah Lilalamin asal Surabaya menyampaikan soal rekapitulasi suara di Kota Surabaya, Jawa Timur yang diduga ada kecurangan. Namun pria berkepala plontos itu terus memberikan keterangannya meski Hakim Ketua Hamdan Zoelva telah berkali-kali memintanya berhenti.

Saat itu, Rahmatullah menyebutkan pemberitaan sebuah media massa terkait dugaan keterlibatan Walikota Surabaya Tri Rismaharini untuk memenangkan pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK).

"Bahkan di sebuah media massa menyebutkan Walikota Surabaya mengaku sudah tidak punya hutang dengan Pak JK," ujar Rahmatullah, Jumat 8 Agustus.

Hamdan pun mengingatkan Rahmatullah agar tidak melanjutkan interupsi tersebut, karena tidak relevan dengan rekapitulasi di Surabaya. "Anda tak perlu menyebutkan soal media itu. Media kan bisa benar bisa salah," tegas Hamdan.

Namun, Rahmatullah terus bicara. Hamdan pun akhirnya menegur dia. "Saya ingatkan Anda, kalau saya bilang cukup ya cukup, nanti saya keluarkan Anda," tegas Hamdan.

4 dari 8 halaman

Ditegur Hakim

Ditegur Hakim

Ketua majelis hakim sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014, Hamdan Zoelva menegur salah seorang saksi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa asal Kota Surabaya Arif Indijanto, saat sidang. Hamdan menegur Arif, lantaran dianggap bercerita tidak jelas dan memberikan keterangan tanpa bukti yang jelas dan rinci.

"Saudara jangan cerita yang tidak jelas. Kalau mau memberikan keterangan harus jelas siapa namanya, di mana lokasinya, kapan waktunya, bagaimana diancamnya," tegas Hamdan dalam sidang MK, Jumat 8 Agustus 2014.

Teguran itu berawal saat Arif bercerita bahwa ada salah satu anggota Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Gunung Anyar, mendapatkan ancaman dari Wakil Walikota Surabaya Wisnu Sakti Buana.

Arief membeberkan, saat itu anggota Panwascam tersebut diancam agar tidak membuka data Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) yang ada.

"Di daerah Gunung Anyar, Panwascam mengadu ke beberapa teman di sana, bahwa Panwascam diancam tentang DPKTB dobel oleh Wakil Walikota Surabaya Wisnu Sakti Buana," ujar dia.

Namun, saat Hamdan menanyakan secara rinci waktu dan tanggalnya, Arif tidak dapat menjelaskan. Termasuk, saat Hamdan meminta keterangan identitas dari Panwascam yang dimaksud, Arif pun tidak dapat menjawab pertanyaan Hamdan.

Hamdan lantas meminta agar para saksi dapat memberikan penjelasan secara rinci setiap keterangan yang disampaikan. "Jadi harus jelas kalau memberikan keterangan," tandas Hamdan.

5 dari 8 halaman

Menangis Saat Bersaksi

Menangis Saat Bersaksi

Rahmatullah Amin, saksi pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menangis terisak saat memberikan keterangannya dalam persidangan. Pria yang menjadi saksi pasangan nomor urut 1 di Kota Surabaya, Jawa Timur ini merasa kecewa karena keterangan dan bukti-bukti yang ia bawa dianggap tidak bisa dijadikan bukti.

"Yang Mulia, ini saya bawa suara teman-teman di Surabaya. Saya punya buktinya," kata Rahmatullah sambil terisak dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Jumat 8 Agustus 2014.

Apa yang dimaksud Rahmatullah adalah, beberapa kliping dari media massa yang memuat ucapan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bahwa hutangnya telah lunas ketika pasangan nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), karena perolehannya unggul dari Prabowo-Hatta.

"Ini saya benar ada buktinya, saya ada klipingnya," lirihnya.

Namun bukannya rasa haru, Ketua majelis Hakim Hamdan Zoelva justru meminta Rahmatulllah untuk diam. Dengan suara tegas, Hamdan mengatakan apa yang disampaikan Rahmatullah tidak bisa dijadikan alat bukti kuat dalam sidang PHPU ini.

"Cukup ya jangan diteruskan. Yang di media karena belum tentu benar atau salah, atau nara sumbernya tidak benar," tegas Hamdan.

Tapi Rahmatullah tak patah arang, dia malah terus mengulang ucapannya jika pihaknya dirugikan oleh penyelenggara pemilu di Surabaya.

Mendapati hal itu, Hamdan langsung mengancam jika Rahmatullah tidak diam dan menuruti instruksinya, majelis hakim MK akan mengusirnya dari dalam ruang sidang.

"Kalau dibilang cukup ya cukup. Saya ingatkan ya, atau nanti saya keluarkan dari ruang sidang," tandas Hamdan.

Mendengar suara pernyataan Hamdan tersebut, barulah Rahmatullah terdiam dan langsung duduk kembali.

6 dari 8 halaman

Akui Tak Lihat Kecurangan

Akui Tak Lihat Kecurangan

Saksi Prabowo-Hatta mengakui tak melihat adanya kecurangan setelah diminta hakim konstitusi untuk jujur. Awalnya, seorang saksi bernama Yudi itu mengungkap adanya pemilih yang mencoblos dua  kali di dua TPS berbeda di Sidoarjo.

"Saat itu saya nyoblos di TPS 1 tapi tugas jadi saksi di TPS 2. Saya laporkan mereka di TPS 2," ujar dia di ruang sidang MK, Jakarta, Jumat 8 Agustus 2014.

Hakim Konstitusi Patrialis Akbar pun bertanya apakah saksi melihat langsung kedua orang itu mencoblos 2 kali, Yudi terdiam. "Apakah anda lihat langsung? Anda harus jujur, Anda sudah disumpah," cecar Patrialis.

Setelah terdiam sejenak, Yudi pun mengaku tidak melihatnya. "Tidak yang mulia," jawab Yudi.

7 dari 8 halaman

Diminta Tak Laporkan Perkiraan Cuaca

Diminta Tak Laporkan Perkiraan Cuaca

Saksi kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa Abdul Karim selaku Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Penjaringan diminta untuk tidak memberikan keterangan seperti perkiraan cuaca. Tapi harus menjelaskan fakta yang logis dan detail.

Di hadapan sidang, Karim mengaku ada dugaan penggembosan suara pasangan capres-cawapres nomor urut 1 yang cukup dahsyat.

"Dampaknya dahsyat, suara Prabowo berkurang di Penjaringan. Ada banyak pemilih luar yang memiliki KTP daerah," kata Abdul di sela sidang di gedung MK, Jakarta, Jumat 8 Agustus 2014.

Namun hakim MK Patrialis Akbar langsung menimpali kesaksian itu. "Jangan asumsi, kalau perkiraan cuaca di sini nggak boleh. Apa tidak dipersoalkan suara tambahan itu."

Lalu Patrialis meminta agar Abdul memberikan data untuk konfirmasi dan membuktikan di mana saja terjadi kecurangan itu.

Mendengar sergahan itu, Abdul terlihat gelagapan. Ia pun segera meralat ucapannya. "Mohon izin yang mulia. Dampak dari DPKTb (Daftar Pemilih Khusus Tambahan) sebesar 13.038 karena ada mobilisasi orang dengan KTP daerah di 14 kotak TPS berjumlah 267."

"Daerahnya dari Jawa Tengah dan seluruh Indonesia, bahkan sampai dari Merauke," imbuh Abdul.

Patrialis pun merasa cukup dengan kesaksian yang disampaikan Abdul. "Ini bukti untuk dipelajari sesuai arahan saksi," tandas Patrialis.

8 dari 8 halaman

Pakai Bahasa Jawa

Pakai Bahasa Jawa

Setelah ada yang menangis dan dianggap memberikan kesaksian tidak jelas, kali ini saksi pemohon Prabowo-Hatta memberikan kesaksian menggunakan bahasa daerah, meski Majelis Hakim MK telah berkali-kali mengingatkan agar saksi menggunakan Bahasa Indonesia yang baik selama memberikan keterangannya.

Berawal saat Anggota Majelis Hakim Ahmad Fadlil Sumadi mengajukan pertanyaan kepada saksi pasangan nomor urut 1, yang bertugas mengawasi proses penghitungan suara di KPUD Demak, Jawa Tengah Ahmad Gufron, terkait proses rekapitulasi suara.

"Jadi Anda keberatan rekapitulasi di tingkat desa dilakukan lebih cepat dari tanggal 10 Juli ke tanggal 9 Juli," tanya Fadlil kepada Gufron dalam Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Jumat 8 Agustus 2014.

Secara spontan, Gufron asli Jawa Tengah itu menjawab pertanyaan Fadlil dengan menggunakan Bahasa Jawa halus. "Inggih (iya)," jawab Gufron.

Jawaban Gufron sontak membuat peserta sidang yang menyaksikan jalannya persidangan, baik di dalam maupun di luar ruang sidang --yang mendengarkan dengan pengeras suara-- tertawa. Gufron sendiri terlihat grogi melihat reaksi dari peserta yang menertawakan jawabannya.

Fadlil kemudian mengingatkan agar Gufron menggunakan Bahasa Indonesia yang baik. "Ini Jakarta Om, tidak seperti Demak. Tolong gunakan Bahasa Indonesia yang baik," Fadlil menyarankan.

Mendapat saran hakim, Gufron pun kemudian menyanggupi permintaan Fadlil. Namun, saat Fadlil kembali bertanya terkait permohonan gugatan yang diajukan, lagi-lagi Gufron menjawab dengan menggunakan Bahasa Jawa. "Inggih," kata Gufron yang kembali disambut gelak tawa hadirin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini