Sukses

Komunikasi Publik Memanas Jelang Pilpres 2014

Melalui pantauan Awesometric sejak 10 April hingga 25 Juni 2014, banyak postingan terkait kedua capres-cawapres.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika mengidentikasi, bahwa komunikasi publik antarkelompok masyarakat memanas menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014.

Identifikasi itu disebutkan dalam keterangan tertulis yang diterima pada Senin (30/6/2014), dari kegiatan 'focus discussion group' (FDG) yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Center for Indonesian Reform (CIR) di Jakarta pada Jumat 27 Juni 2014.

FDG bertema 'Komunikasi Publik di Masa Transisi Kepemimpinan Nasional' itu, menampilkan peneliti media, pengamat politik, sosial, dan ekonomi.

Melalui pantauan Awesometric sejak 10 April hingga 25 Juni 2014, perusahaan yang bergerak di bidang monitoring media berbasis internet itu mendapati banyak postingan terkait calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1 maupun 2.

Berdasarkan perhitungan jumlah mention, pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa unggul di media sosial (Facebook 478.506 posting dan Twitter 8.768.106 kicauan). Sedangkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla lebih rendah (Facebook 216.262 posting dan Twitter 5.415.993 kicauan).

Namun di media online berbahasa Indonesia, pasangan urut nomor 2 itu unggul (316.062) dibanding pasangan nomor urut 1 (237.770).

Sementara di media online berbahasa Inggris, Prabowo-Hatta unggul tipis (2.272) dari Joko-JK (1.699).

Associate Director Awesometric Tomi Satryatomo menjelaskan, pemberitaan media mulai memanas saat penetapan capres dan cawapres, tetapi perbincangan publik semakin tajam saat debat antar-capres.

Hal itu itu berarti, debat merupakan alat efektif untuk menstimulasi publik dalam menentukan sikap politiknya.

Disebut bahwa dilihat dari pergeseran yang menarik, Prabowo-Hatta mendominasi media sosial untuk basis kelas menengah-bawah-desa (Facebook) maupun kelas menegah-atas-kota (Twitter). Sedangkan Joko Widodo-Jusuf Kalla masih merajai berita online.

Dinamika komunikasi menggambarkan kompetisi yang ketat, untuk mempengaruhi persepsi publik dan meningkatkan elektabilitas kandidat.

Sejauh ini, pengamat politik dari Universitas Indonesia Yon Mahmudi melihat aspek lain.

"Pilpres dengan dua pasangan kandidat jelas menghemat biaya politik, karena hanya berlangsung satu putaran. Namun biaya sosial meningkat karena terjadi ketegangan dan renggangnya hubungan antara kelompok yang berbeda pilihan politik," kata dosen Fakultas Ilmu Budaya UI yang juga menjabat sebagai Vice Director Institute of Leadership Development UI.

Kedua capres itu, lanjut Yon, dipersepsi publik mencerminkan dua gaya kepemimpinan yang berbeda. Prabowo dipersepsi sebagai figur yang tegas, berani dan membawa ketertiban. Sedangkan Jokowi mewakili sosok yang merakyat, komunikatif, dan membangun kebersamaan.

"Presiden terpilih akan melahirkan kultur kepemimpinan baru. Yang penting, apakah gaya kepemimpinan itu efektif mendorong reformasi birokrasi dan meningkatkan kualitas pelayanan publik," kata Yon.

Lalu Direktur Eksekutif CIR Sapto Waluyo menelusuri karakter netizen (publik yang mengakses internet), apakah sama dengan the real citizen (warga negara) yang tinggal di berbagai daerah dengan kondisi beragam.

"Kita menyaksikan perbincangan panas di dunia maya, bahkan terjadi twitwar (perang virtual). Di lapangan juga mulai terlihat bentrok antara pendukung capres bahkan ancaman provokasi kekerasan seperti di Yogyakarta," ucap Sapto.

Menurut Sapto, perlu mekanisme kontrol di media sosial.

Staf Khusus Menkominfo Ahmad Mabruri mengatakan, para pendukung capres-cawapres menerima masukan kritis dalam diskusi. "Pemerintah menjamin kebebasan berpendapat, sesuai konstitusi tetapi juga menjaga stabilitas sosial-politik," katanya.

Keseimbangan peran, menurut Sapto, perlu dilakukan di masa Pilpres, jangan sampai terjadi benturan, apalagi konflik yang meluas sehingga menggoyahkan stabilitas nasional. (Ant/Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.