Sukses

Lembaga Survei Marak, Pilpres Bak Pemilihan Idol

Jelang Pemilu 9 April mendatang, marak lembaga survei yang merilis hasil penelitiannya. Hasil survei itu pun berbeda-beda.

Liputan6.com, Jakarta - Jelang Pemilu 9 April mendatang, marak lembaga survei yang merilis hasil penelitiannya. Hasil survei itu pun berbeda-beda.

Pakar komunikasi dan aktivis HAM Puspitasari menilai hasil survei bisa demikian karena ada kepentingan partai politik di dalamnya.

"Lembaga survei bertaburan. Survei bisa jadi instrumen parpol. Metodologi dan yang menjadi dasar parpol bahwa penelitian mereka valid bisa jadi pernyataan kritis. Survei hanya jadi instrumen yang kemudian mengajak orang masuk seakan-akan hal itu scientific," tegas Puspitasari di Wisma Kodel, Jakarta, Jumat (4/4/2014).

Dengan demikian, lembaga survei saat ini telah melakukan pelanggaran etika. Puspitasari menilai ada 2 pelanggaran yang terjadi.

"Terjadi pelanggaran karena ada kepentingan politik dan pelanggaran sistematis dengan manipulasi informasi dengan penekanan Pemilu hanya untuk nyoblos," terangnya.

Budayawan Radhar Panca Dahana juga mengkritisi maraknya fenomena lembaga survei. Ia menilai masyarakat Indonesia memilih pemimpinnya bak memilih pemenang idol karena adanya lembaga survei.

"Kita milih presiden dengan cara itu (lebih melihat hasil survei), cara itu bullshit. Ini bukan pemilihan idol, tapi kita milih seperti itu," ujar Radhar.

Radhar menggarisbawahi, tokoh politik yang saat ini sering masuk media massa dan kemudian menjadi responden dari lembaga survei, tentu tak valid diteliti.

"Bagaimana kita gali dan baca persepsi publik. Yang harus diperiksa survei adalah periksa persepsinya sendiri, ternyata responden perspektifnya sudah diciptakan sesuatu. Ketika seseorang mampu tampilkan dirinya di media karena punya kekuatan apakah dia nggak masuk ke persepsi publik?" paparnya.

Radhar pun mencontohkan terpidana Sumanto, pria yang memakan mayat seorang nenek. Karena pemberitaan media begitu besar pada Sumanto, saat ia keluar dari penjara, sambutan masyarakat begitu besar.

"Ini yang disebut Top of Mind. Sumanto yang makan orang itu begitu keluar penjara ada 34 wanita yang mau foto dia. Lalu di kampung halaman, dia di kasih panggung karena jago dalang dan disuruh jadi lurah," pungkas Radhar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini