Sukses

Sidang Perdana, PKB Minta MK Berantas <i>Money Politic</i>

"Adanya sistem proporsional terbuka berdampak pada caleg harus mengeluarkan biaya kampanye lebih besar."

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materi Pasal 5 dan Pasal 215 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pileg). Uji materi itu diajukan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Dalam sidang ini, PKB melalui kuasa hukumnya, Muhammad Bisri mengatakan, ketentuan dalam pasal-pasal tersebut dapat berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum selama proses Pemilu Legislatif (Pileg) berlangsung. Sebab, penentuan calon anggota legislatif (caleg) terpilih ditentukan oleh suara terbanyak melalui sistem proporsional terbuka.

"Apabila ingin peroleh suara terbanyak, maka (para caleg) akan lakukan berbagai macam cara yang cenderung melanggar hukum, misalnya politik uang," kata Bisri dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Rabu (2/4/2014).

Bisri mengatakan, dengan ditentukan melalui suara terbanyak sistem proporsional terbuka, menyebabkan caleg yang terpilih bukan karena kapasitasnya. Melainkan berapa banyak uang bisa 'membeli' suara pemilih.

Sehingga caleg-caleg berduit, khususnya pemodal, akan 'menyisihkan' para caleg yang berkantong tipis. "Yang terpilih adalah calon yang berduit, yang memiliki kapasitas dan berkualitas tersingkir dari pertarungan," katanya.

Karena itu Bisri menilai, Pasal 5 dan Pasal 215 UU Pileg tersebut telah merugikan hak konstitusional Pemohon. Dia menilai, kedua pasal itu bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 23 ayat 1 dan Pasal 33 ayat 4.

"Adanya sistem proporsional terbuka berdampak pada caleg harus mengeluarkan biaya kampanye lebih besar. Itu jusru bertentangan dengan UUD 1945," ucap dia.

Bisri menjelaskan bahwa berlakunya kedua pasal itu telah mengebiri kaderisasi parpol. Di sisi lain, parpol tetap harus menyaring dalam menetapkan caleg-caleg yang diusungnya.

Untuk itu, dirinya meminta MK untuk membatalkan ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 215 serta menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga masyarakat yang datang ke TPS hanya untuk memilih parpol, bukan caleg. Dan penentuan caleg untuk duduk di kursi dewan sepenuhnya berada di tangan parpol.

"Artinya nanti partai yang menentukan sendiri siapa anggota legislatifnya, bukan dengan suara terbanyak. Jadi kembali lagi seperti dulu, masyarakat memilih partai, bukan orang," ucapya.
 
PKB sebelumnya mengajukan uji materi Pasal 5 dan Pasal 215 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pileg) ke MK. Gugatan itu didaftarkan oleh Ketua DPP PKB Bidang Hukum dan HAM, Anwar Rachman, Jumat 14 Maret 2014.

Anwar yang juga Caleg PKB Dapil II Jawa Timur ini menjelaskan, partainya mengajukan uji materi ini lantaran sistem pemilu dengan suara terbanyak yang diatur dalam kedua pasal itu dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sebab dalam Pasal 22 E ayat 3 UUD 1945 juga diatur bahwa peserta pemilu adalah partai politik, bukan perseorangan.

Adapun Pasal 5 mengatur tentang Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. Sedangkan Pasal 215 mengatur tentang penetapan calon terpilih anggota legislatif didasarkan calon legislatif yang memperoleh suara terbanyak. (Yus Ariyanto)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini