Sukses

Kekerasan Jelang Pemilu di Aceh Akibat Penegakan Hukum Lemah?

Sejumlah LSM menuding bahwa kekerasan menjelang Pemilu 2014 di Aceh akibat lemahnya penegakkan hukum.

Liputan6.com, Banda Aceh - Sederetan aksi teror dan kekerasan menjelang pemilu di Aceh saat ini menjadi perhatian serius berbagai kalangan, termasuk kalangan aktivis di Aceh. Terkait kekerasan yang belakangan menewaskan 2 kader Partai Nasional Aceh, aktivis sipil dan mahasiswa menuding akibat kekerasan bernuansa politik dan lemahnya upaya penegakan hukum aparat kepolisian di Aceh.

Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh membeberkan data kekerasan yang terjadi selama kurun waktu April 2013 hingga awal Maret 2014. Lembagai ini mencatat, ada 21 kasus kekerasan menjelang pemilu di Aceh, 17 kasus di antaranya pelanggaran pidana pemilu.

“Hal ini terjadi akibat lemahnya penegak hukum di Aceh,” kata Direktur LBH Banda Aceh Mustiqal, Banda Aceh, Rabu (5/3/2014).

Mustiqal menyatakan, aksi teror dan kekerasan di Aceh saat ini berupa penganiayaan, pembakaran mobil, intimidasi, pembunuhan, penculikan, pengrusakan posko, dan pembakaran posko pemenangan partai atau calon anggota legislatif.

"Kekerasan dan pelanggaran pidana pemilu tahun ini seperti mengulang tren kekerasan pada pemilu 2009 dan pemilukada 2012 lalu," ujarnya.

Sementara, Koordinator Gerakan Antikorupsi Aceh Askhalani menyebutkan, polisi telah memetakan wilayah rawan konflik di Aceh. Seharusnya bisa mencegah terjadinya kekerasan dan melindungi masyarakat sipil dari aksi koboi tersebut.

“Polisi seperti membiarkan kekerasan dan bukan melakukan proteksi,” ujarnya.

Senada dengan Direktur Aceh Judicial Monitoring Institute Agusta Mukhtar, juga menilai polisi tidak netral dalam menghadapi pemilihan umum ini. “Polisi tidak netral dan tidak tegas dalam menangani kasus kekerasan,” kata Agusta.

Lain lagi dengan penilaiaan Direktur Koalisi NGO HAM Aceh Zulfikar Muhammad. Menurutnya, pihak kepolisian lamban dalam menangani dan mengungkap kasus kekerasan politik di Aceh. “Polisi cenderung memasukkan kasus kekerasan itu dalam katagori kriminal,” katanya.

Akibat ini, kata Zulfikar, menyebabkan warga negara kehilangan hak politiknya dalam pemilihan umum. “Efek pidana pada undang-undang pemilu tidak diterapkan. Ini karena tidak ada goodwill dari polisi,” kata Zulfikar.

Namun pihak kepolisian Polda Aceh membantah tudingan tersebut, kepolisian menolak dikatakan melakukan pembiaran terhadap kekerasan yang terjadi di Aceh saat ini. Sebaliknya, kepolisian justru akan mengungkap kasus kekerasan yang terjadi di Aceh.

“Tidak ada pembiaran,” kata Kepala Kepolisian Daerah Aceh Brigadir Jenderal Husein Hamidi saat dihubungi.

Akhir-akhir ini suhu politik di Aceh semakin memanas. Selain pencopotan umbul-umbul partai, kekerasan juga dipertontonkan seperti intimidasi, pemukulan, penembakan, hingga pembunuhan. Yang terbaru penembakan terhadap calon anggota legislatif dari Partai Nasional Aceh, yang tewas setelah diberondong 42 tembakan.

Namun itu belum berakhir, Rabu 5 Maret, sekitar pukul 04:00 WIB, posko Partai Nasional Aceh di Kecamatan Geurudong Pase, Aceh Utara, dibakar oleh orang tak dikenal. Kantor Dewan Pimpinan Gampong (DPG) Partai Aceh, Desa Meunasah Manyang, Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe dibakar oleh orang tak dikenal, sekitar pukul 03:30 WIB dini hari.

Baca juga:

Menko Polhukam: Penembakan Caleg di Aceh Tak Ganggu Pemilu

Teror Jelang Pemilu, Kapolri: Ada 5 di Aceh, Beberapa Terungkap

Caleg di Aceh Ditembak, Kapolri: Jelas Terkait Pemilu

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini