Sukses

Pemilu 2014: Quo Vadis Mencari Negarawan

Setiap warga negara Indonesia memiliki hak menentukan sosok yang layak memimpin bangsa ini.

Citizen6, Jakarta: Setiap warga negara Indonesia memiliki hak menentukan sosok yang layak memimpin bangsa ini. Pemimpin yang mampu melepaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan gaya modern, seperti korupsi, kesejangangan pembangunan, kemiskinan hingga sabotase negara lain, terutama di wilayah perbatasan. Hal ini berarti, masa depan karir politik pejabat publik tergantung pada respon masyarakat terhadap gaya kepemimpinannya.

Menurut Saiful Mujani dalam bukunya Muslim Demokrat (2007), demokrasi dapat dipandang sebagai kontrol pemerintah oleh warga. Kontrol ini menurutnya, pada tingkat tertentu tergantung pada partisipasi politik warga negara. Negara yang menganut sistem demokrasi, partisipasi politik merupakan suatu hal yang sangat penting. Para ilmuwan sosial politik pun percaya bahwa partisipasi politik adalah inti demokrasi. Tanpa partisipasi politik, demokrasi tidak dapat berjalan dengan baik.

Terkait hal tersebut, kiranya saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi krisis negarawan di tengah muncul segudang politisi pragmatis yang hanya berorientasi pada kekuasaan guna memenuhi kepentingan diri mereka.  Hal ini semakin di perparah oleh mekanisme rekrutmen partai politik yang buruk. Kaderisasi parpol tidak berjalan, sehingga hal yang tampak bahwa untuk menjadi pejabat publik melalui mekanisme Pemilu dan Pemilukada, seseorang harus menyediakan sejumlah uang untuk menjadi politisi tersebut. Imbasnya adalah meningkatnya jumlah politisi dengan jiwa kepemimpinan yang lemah, korup dan tidak memiliki visi untuk membangun bangsa dan negara.

Hasilnya, gaya kepemimpinan hanya mampu mempertontonkan kesenangan, kemewahan dan menghambur-hamburkan uang, melupakan masalah sesungguhnya yang dihadapi masyarakat. Sesuai janji politik dan amanat yang diberikan rakyat menjelang pemilu. Dengan demikian, menjadi kewajaran ketika masyarakat merasa kehilangan harapan terhadap pemerintah. Dalam banyak hal, masyarakat tidak lagi percaya dengan para pemimpin tersebut. Sehingga menjadi kewajaran apabila masyarakat lebih senang bertindak dengan caranya sendiri dalam menyelesaikan masalah.

Dalam konteks ini, pada pemilu 2014 masyarakat sangat mengharapkan munculnya sosok negarawan. Meskipun kini banyak pemimpin yang dihasilkan setiap momen pemilu, namun sangat sedikit yang menjadi negarawan. kerapkali, kualitas negarawan, hanyalah "musiman", yang secara ajaib muncul menjelang pemilu. Negarawan hanya dijadikan sebagai simbol dan stastus saja. Rakyat tidak mengetahui seberapa besar pengabdian yang telah dilakukan oleh orang tersebut kepada negara.

Slogan-slogan yang dikumandangkan di masa kampanye hanya menjadi janji manis karena setelah pemilu berakhir dan kekuasaan didapatkan maka janji tersebut dianggap lunas tanpa perlu dibayar. Sosok negarawan yang digambarkan mendadak lenyap setelah kursi kekuasaan didapatkan. Kehadiran seorang pemimpin yang tepat waktu, tepat jaman, dan tepat karakter tentu akan melahirkan kemaslahatan bagi seluruh bangsa Indonesia. Di Indonesia, contoh negarawan dapat dilihat dari karakter founding fathers yang dengan semangat tinggi bergerak maju untuk membangun Indonesia. Pemikiran mereka yang dirumuskan dalam pancasila memiliki visi yang melihat jauh ke depan. Mereka siap mengorbankan jiwa dan raganya demi kemerdekaan bangsa.

Sedangkan, kepemimpinan "negarawan" musiman hanya akan membawa negara ini menjadi semakin terperosok. Negarawan musiman akan melepaskan tanggung jawabnya setelah kekuasaan didapatkan. Dia akan bertindak ketika tindakan yang dia lakukan memberikan keuntungan bagi diri atau kelompoknya.

Negarawan adalah orang yang rela berkorban secara tulus demi keutuhan dan kemajuan bangsanya, juga ikut serta secara aktif dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Dia bukanlah orang yang menghitung-hitung untung rugi ketika tenaga dan pemikirannya dibutuhkan oleh negara. Dia juga bukan orang yang memilih untuk tutup mata saat kemiskinan dan ketidakadilan terjadi di hadapannya.

Pandangannya dapat dilihat dari visi yang jelas tentang arah ekonomi, politik, keamanan dan pendidikan yang akan dia kembangkan. Visi yang dimilikinya adalah visi yang melihat jauh ke depan. Dia bukanlah sosok yang mementingkan kepentingan sesaat demi citra pribadi serta golongannya. Karakter negarawan sejati bisa dibuktikan secara langsung ketika kursi kekuasaan telah dia dapatkan.

Menurut James Freeman Clarke bahwa perbedaan antara politisi dan negarawan adalah politisi memikirkan tentang pemilu berikutnya sedangkan negarawan berpikir tentang generasi berikutnya. Dengan demikian, seorang pemimpin negarawan akan dapat dilihat dari pandangan-pandangannya yang mempunyai komitmen tinggi terhadap kepentingan bangsa jauh ke depan. Hal ini diperparah oleh sistem politik yang demokratis yang hanya bisa menghasilkan pemimpin-pemimpin yang berjiwa politisi berbanding negarawan.

Pemimpin politisi cenderung menyelesaikan masalah bangsa ini berorientasi jangka pendek, reaktif terhadap permasalahan dan hanya mempertimbangkan keuntungan untuk kelompoknya, khususnya partai ketimbang masyarakat. Sementara, pemimpin yang berjiwa negarawan dapat melihat jauh ke depan, penuh pertimbangan berda¬sarkan prinsip moral dengan mengutamakan kepentingan ma¬syarakat, bangsa dan negaranya.

Untuk itu, kiranya pemilu 2014 menjadi momentum bagi rakyat Indonesia untuk menghukum politisi karbitan atau musiman. Bersikap lebih selektif dalam menentukan politisi yang akan mewakilinya di gedung DPR. Rakyat harus mampu memahami visi, misi dan pandangan hidup calon anggota DPR tersebut. Bersikap selektif untuk generasi bangsa yang akan datang, bukan untuk kepentingan sesaat. Mencari pemimpin yang berani mengambil resiko di setiap kebijakan, meski tidak popular. Namun dipertimbangkan dapat berlaku efektif untuk kepentingan rakyat dan masa depan bangsa yang lebih baik.

Dalam konteks ini golput hanya melemahkan demokrasi. Partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum sangat menentukan kualitas demokrasi yang melahirkan sosok negarawan sejati. Semakin kecil tingkat partisipasi politik, legitimasi pemerintah akan semakin kecil. Dengan demikian golput bukanlah jalan keluar yang efektif untuk membuat demokrasi menjadi lebih baik. Sebaliknya, golput dalam tingkat tertentu akan menghancurkan demokrasi. Indonesia saat ini berada dalam keterbukaan politik. Setiap orang bebas mengekspresikan diri dalam politik, dengan mendirikan partai politik, menjadi anggota partai politik, atau setidaknya menjadi voter dalam pemilu.

Bangsa Indonesia telah menerima sistem demokrasi sebagai sebuah pilihan. Oleh karena itu, kita tidak punya pilihan selain menjalaninya dengan sepenuh hati dengan mencari sosok negarawan sejati guna membangun bangsa. Bukan negarawan karbitan dengan kepentingan pragmatis untuk memperkaya diri sendiri, keluarga dan kelompoknya. (mar)

Penulis
Yudistira Wijaya
Jakarta, konig.wijayxxx@gmail.com


Disclaimer

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini