Sukses

Pengamat: Pilkada Langsung Dihapus... Jejak Kelam Demokrasi

Penghapusan pilkada langsung dinilai bisa menjadi 'jejak kelam demokrasi' yang ditinggalkan SBY.

Liputan6.com, Jakarta - Polemik yang berkembang tentang Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang mengemuka beberapa waktu terakhir dinilai sebagai dapat menjadi 'jejak kelam demokrasi' di akhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dalam 10 tahun kepemimpinan.

RUU Pilkada itu sendiri akan mengatur tentang mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak lagi lewat pemilihan langsung, melainkan melalui DPRD Kota/DPRD Provinsi.

"Jika Demokrat juga ikut-ikutan meng-endorse (menyokong) penghapusan pilkada langsung, maka itu juga diartikan publik sebagai sikap politik SBY. Ironisnya itu bisa menjadi 'jejak kelam demokrasi' yang ditinggalkan SBY, selain 'jejak kelam korupsi' yang marak di ujung pemerintahannya," ujar Ketua Pusat Kajian Trisaksi Rian Andi Soemarno, Minggu (14/9/2014).

Rakyat Indonesia imbuh Rian, melihat suatu ironi ketika 5 tahun lalu begitu banyak rakyat yang berharap pada SBY untuk menjadi pengawal demokrasi, pers, dan penegakan hukum. Karena keyakinan bahwa kualitas kedemokratan SBY yang teruji dan juga diakui dunia internasional.

Namun lanjut Rian, di detik-detik terakhir masa jabatannya, sikap SBY yang seolah ragu dan tidak sepenuh hati mendukung pilkada langsung, apalagi jika sampai ikut mendukung penghapusan pilkada langsung, maka itu dapat mendegradasi kualitas SBY selaku seorang yang demokratis.

Adapun Direktuf Eksekutif Fahmi Habsyi menambahkan, SBY tidak boleh menutup mata terhadap carut-marutnya Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 lalu dan adanya Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda hingga belasan juta pemilih. Jika SBY tidak bersikap atas hal ini dan membiarkan 'haluan' demokrasi berubah arah dan mundur ke zaman lalu, maka sebaiknya SBY harus melupakan menjadi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

"Kita berharap SBY dapat menjadi Sekjen PBB. Karena itu jangan kegagalan besannya (Hatta Rajasa) menjadi wapres membuat Pak SBY ikut-ikutan 'pundung' dan kehilangan 'kemaqomannya' di mata internasional," ucap Fahmi.

"Para penguasa utama demokrasi kita bukan presiden, senator, anggota kongres, dan pejabat pemerintah, tetapi pemilih negeri ini. Mari Pak SBY bergabung dengan democracy lovers," ujar Fahmi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini