Sukses

Mantan Hakim MK: Mahkota Hakim Terletak di Putusan

"Tapi, saya tidak bisa meramalkan di antara 3 itu. Kalau ditolak, MK selesai. Jika diterima, apa alasannya."

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) HAS Natabaya menegaskan, hasil putusan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 di MK harus dapat dipertangungjawabkan ke masyarakat.

"Cuma saya memohon putusan itu harus dapat dipertanggungjawabkan. Mahkota hakim itu adalah keputusannya," papar Natabaya, dalam diskusi 'Tantangan Profesionalitas Pembuktian Pemilu yang Jujur Luber' di Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (20/8/2014).

Dia menilai, meski proses persidangan di MK terhadap sengketa pilpres sudah mendekati tahap akhir, kemungkinan keputusan majelis hakim nantinya akan memilih 1 di antara 3 hal yakni menerima, menolak, atau mengabulkan sebagian.

"Tapi, saya tidak bisa meramalkan di antara 3 itu. Kalau ditolak, MK selesai. Jika diterima, apa alasannya. Tapi saya minta hakim harus punya alasannya, apa didukung dengan bukti, saksi dan ahli," ujar dia.

Meski tidak mengetahui keputusan MK nanti, dia menilai dasar putusan MK bisa saja karena dari surat permohonan pemohon, apa yang jadi keberatan. Bila ditilik dari barang bukti yang begitu banyak, dia mengatakan, hakim tidak akan dibaca semuanya.

"Tidak mungkin, bisa saja banyak bukti dan tidak relevan dengan perkara," papar dia.

Sementara, peneliti Flobamora Institute Kombes (Purn) Alfons Loemau menegaskan, putusan MK soal sengketa pilpres harusnya berbasis keterangan saksi dan bukti. Sehingga mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi yang konstitusional dan amanat UUD 1945.

"Yang menjadi harapan kami sebagai pemerhati hukum yaitu MK memperhatikan keputusannya berbasis keterangan saksi dan alat bukti dan harus mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi yang kontitusional dan amanat UUD 45," kata Alfons di acara diskusi yang digagas Forum Masyarakat Peduli Pemilu Jurdil.

Sedangkan Tim Hukum pasangan Jokowi-JK, Taufik Basari tidak mempersoalkan sengketa PHPU yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta. Sebab yang bisa membatalkan pasangan Jokowi-JK adalah MK, meski KPU telah memenangkan pasangan itu.

"Hanya MK yang bisa membatalkan hasil pemilu. Oleh karena itu, maka apa pun putusan MK, harus dianggap sebagai sesuatu yang akhir dan final," kata Taufik di acara diskusi itu. (Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.