Sukses

Perludem: DPKTb Dimasalahkan Prabowo Menyakiti Hati Warga Negara

"Beberapa pemilih memang menggunakan KTP di luar domisili, ini pelanggaran administratif pemilu. Tapi bukan kejahatan konstitusional."

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni mengatakan, hak konstitusional warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih harus dilindungi dan difasilitasi oleh negara. Karena itu, pernyataan kubu Prabowo-Hatta bahwa daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) termasuk dalam pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif tidak tepat.

"Soal TSM, pertama kami sebagai pegiat pemilu meyakini, hak pilih warga harus dilindungi karena dijamin konstitusi Putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009 tidak berlaku 2009 saja. Kalau ada materi yang sama bisa diulang lagi (yakni) mengokohkan hak pilih bukan satu waktu sementara," kata Titi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (19/8/2014).

Bahkan Titi menilai, kubu Prabowo-Hatta yang menyebut pemilih dalam DPKTb inkonstitusional karena tidak ada dalam UU Pemilu, sama halnya menyakiti masyarakat yang mempunyai hak pilih. Sebab, KPU sebagai penyelenggara pemilu melakukan hal tersebut untuk memfasilitasi warga, agar tidak kehilangan hak konstitusinya yang tidak terdaftar dalam DPT.

"Itu (disebut) pendekatan inkonstitusional, untuk menguatkan pemohon (Prabowo-Hatta) di MK yang sangat lemah dalam DPKTb. Itu menyakiti kita sebagai warga negara (masyarakat) yang memiliki hak pilih, hanya karena masalah administratif," ujarnya.

Namun demikian, Titi mengakui jika DPKTb termasuk dalam pelanggaran administratif pemilu yang dilakukan oleh KPU. Akan tetapi, jika hal tersebut dikatakan kejahatan pemilu dirinya tidak setuju.

"Beberapa pemilih memang menggunakan KTP di luar domisili (termasuk DPKTb), ini pelanggaran administratif pemilu. Tapi bukan kejahatan konstitusional karena cara dengan menggunakan KTP juga dilakukan dalam pilkada," papar dia.

Selain itu, Titi juga menilai, saksi yang diajukan pemohon terkait DPKTb tidak ada yang menguatkan jika DPKTb tersebut merupakan kejahatan pemilu sehingga penghitunga suara Pilpres 2014 itu salah.

"Tidak ada saksi yang menguatkan hasil penghitungan suara yang salah dari KPU. Keterbukaan (KPU) sangat mudah untuk tahu adanya TSM atau tidak. Lalu mengapa itu tidak bisa kita rasakan, dan mengapa tidak dapat dibuktikan dalam persidangan," tandas Titi. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.