Sukses

Mantan Komisioner KPU: Prabowo Mundur, Hasil Pilpres Tetap Valid

Komisioner KPU 2001-2004, Hamid Awaluddin mengatakan, mundurnya Prabowo tidak akan mampu mempengaruhi hasil Pilpres.

Liputan6.com, Jakarta - Meski capres nomor urut 1 Prabowo Subianto sudah menyatakan mundur dari kepesertannya di Pilpres 2014 namun Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap meneruskan rekapitulasi suara nasionalnya. Proses perhitungan suara pun masih berjalan.

Komisioner KPU 2001-2004, Hamid Awaluddin mengatakan, mundurnya Prabowo tidak akan mampu mempengaruhi hasil Pilpres.

"Jadi saya ingin jelaskan, sebagai mantan anggota KPU yang pernah laksanan Pemilu, poisisi Prabowo yang mengundurkan diri tidak akan pengaruhi keabsahan atau validitias hasil Pilpres 2014," jelas Hamid di kediaman cawapres Jusuf Kalla atau JK, Jakarta, Selasa (21/7/2014).

Mantan Menteri Hukum dan HAM itu melihat sikap yang ditunjukkan Prabowo cukup aneh.

"Pemungutan suara di TPS hadirkan saksi masing-masing calon dan saksi itu sudah tanda tangani berita acara di TPS. Artinya proses sudah diterima Prabowo sampai per hari ini. Saya merasa heran kalau keseluruhan tahap sudah diterima saksi, tapi pada pembacaan keputusan ditolak," ujar dia.

"Secara hukum pasangan Prabowo-Hatta sudah terima di TPS dan berjenjang ke atas, sehingga tak ada alasan untuk menolak atau pemungutan suara ulang."

Hamid juga menjelaskan, seandainya ada putaran kedua, sikap Prabowo bisa menjadi bumerang pada dirinya. Prabowo dapat dijerat dengan hukum pidana.

"Andaikan ada putaran kedua, Prabowo bisa dipidana. Dalam Pasal 246, pasangan yang mundur setelah tahap pertama sebelum tahap kedua bisa denda," tandas Hamid.

Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Pasal 246 disebutkan bahwa "Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)" (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini