Sukses

Imparsial Minta SBY Bersikap Netral Pasca-Pilpres

Imparsial menilai ada kesan dari sikap politik SBY yang cenderung menguntungkan salah satu pihak.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tetap bersikap sebagai presiden yang netral dan tidak mengedepankan sebagai ketua umum partai politik ataupun Sekretaris Gabungan, sehingga tidak menguntungkan salah satu kandidat capres tertentu.

"Kami minta SBY bersikap negarawan. Apalagi ini akhir masa jabatannya. Supaya dia bersikap baik, netral dan mengawal pilpres (pemilihan umum presiden) ini dengan baik," ujar Poengky saat menyambangi Mabes Polri, Jakarta, Kamis (10/7/2014).

Ia menilai ada kesan dari sikap politik SBY yang cenderung menguntungkan salah satu pihak. Misalnya, kata dia, gestur politiknya dengan tidak mengakui hasil quick count dari beberapa lembaga survei yang memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

"Itu berbeda dengan hasil pileg (pemilu legislatif) kemarin, dia langsung mengakui Demokrat turun. Waktu itu SMRC kan ya kalau nggak salah? Kemarin ada hasil quick count SMRC kok dia berbeda sikap? Itu yang kita soroti. Waktu 2009 dia juga merespons positif hasil quick count," ungkap dia.

Poengky datang bersama sejumlah lembaga swadaya yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil ke Mabes Polri. Mereka hendak menemui Wakapolri Komjen Badrodin Haiti untuk meminta Polri agar memantau bentuk kecurangan proses hasil penghitungan cepat pilpres, pasca-pencoblosan pada Rabu, 9 Juli kemarin.

"Kita datang ke Mabes Polri untuk meminta Mabes untuk mengawal hasil suara dari TPS, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga KPU pusat agar tidak berubah dan menguntungkan pihak yang bersemangat menang," ungkap dia.

Ia pun melihat saat ini suara yang masuk dari TPS ke kelurahan dinilai rawan sebab sejak pukul 14.00 WIB surat suara sudah mulai dihitung di kelurahan. Karena itu pihaknya meminta Mabes Polri untuk memberikan jaminan keamanan. Apabila tidak dilakukan, maka Demokrasi di Indonesia akan hancur.

"Suara rakyat yang juga suara Tuhan itu yang dikhianati. Jadi justru elite-elite di pemerintahan ini justru membungkam suara rakyat. Rakyat sudah sangat baik dan sudah berpartisipasi pemilu dan berlangsung aman serta damai. Kalau dirusak itu pengkhianatan terhadap reformasi dan demokrasi," ungkap dia.

Selain ke Mabes Polri, pihaknya juga akan ke KPU selanjutnya ke Bawaslu. Kunjungannya ke lembaga itu untuk mendesak KPU dan Bawaslu agar tetap mempertahankan jalannya demokrasi di Indonesia sehingga tidak terbeli. Kedua lembaga itu penting sebab KPU dan Bawaslu merupakan garda paling penting dalam suksesnya pemilu.

"Tidak usah takut bedil atau diculik. Tetap bersikap independen. TNI, Polri, Intelijen tetap netral. Itu yang kita harapkan. Masyarakat juga harus mengawal hasil pilpres," tandas dia. (Yus)

Baca juga:

Apa Permintaan Prabowo ke SBY Soal Jokowi?
Sambangi SBY di Cikeas, Jokowi Sanggupi Permintaan Tetap Damai
Berebut Gelar Presiden Quick Count

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini