Sukses

Koalisi Ramping, PDIP Terancam Tak Bisa Memimpin DPR

Abdul Kadir Karding menyesalkan sebagian pihak yang tak mau menggunakan kembali pemilihan pimpinan DPR dengan sistem proporsional.

Liputan6.com, Jakarta - Koalisi besar partai politik yang mengusung pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta) dikabarkan tengah mencari jalan untuk mengamankan posisi pimpinan DPR yang terdiri dari 1 Ketua DPR dan 4 Wakil Ketua DPR. Upaya itu dilakukan dengan mengubah UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), khususnya dalam tata cara pemilihan pimpinan DPR.

Koalisi yang terdiri dari Partai Gerindra, PPP, PKS, PAN, Demokrat, dan Golkar menginginkan memakai sistem paket dalam penentuan pimpinan DPR. Sistem paket adalah anggota DPR memilih pimpinan DPR berdasarkan partai politik.

Sedangkan koalisi ramping yang terdiri dari PDIP, PKB, Partai Nasdem dan Hanura menginginkan sistem proporsional. Sistem itu memberikan mandat pada pemenang Pemilu Legislatif (Pileg). Misalnya pada 2009 Partai Demokrat keluar sebagai pemenang dan Ketua DPR pun berasal dari Partai Demokrat yaitu Marzuki Alie.

Akan diubahnya UU MD3, khususnya dalam tata cara pemilihan pimpinan DPR itu ditanggapi Wakil Ketua Baleg Fraksi PKB Abdul Kadir Karding.

"Ini hanya akal-akalan koalisi partai politik tertentu demi kepentingan jangka pendek," tuturnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/7/2014).

Kadir menyesalkan sebagian pihak yang tak mau menggunakan kembali pemilihan pimpinan DPR dengan sistem proporsional. Padahal, lanjutnya, hal itu dapat membangun tradisi politik Indonesia dalam menghargai kerja keras partai politik.

"Sangat kita sesalkan, sebagai upaya bangun tradisi. UU MD3 terkait pemilihan pimpinan itu proporsional. Dulu Demokrat 57 lalu 140 sekian kursi, ini harus dihargai. Lalu 2009 kemarin disepakati pemilihan proporsional mengingat kerja kawan-kawan partai. Tradisi DPR akan makin baik," ujarnya.

Jangan Dirusak

Kadir menilai geliat politik ini dilakukan karena PDIP keluar sebagai pemenang Pileg 2014. Sebelumnya, pada 1999, PDIP jadi pemenang pemilu tapi Ketua DPR dari Partai Golkar yaitu Akbar Tandjung dan Ketua MPR dari PAN Amien Rais.

"Ini kan gara-gara PDIP menang. Ketika Demokrat menang proporsional, tapi PDIP tidak seperti itu. Jangan dirusak dengan kepentingan jangka pendek. Sah-sah saja karena demokrasi," ungkap Kadir.

Sementara itu, Wakil Ketua Pansus UU MD3 dari Fraksi PPP Ahmad Yani menerangkan hal demikian terjadi karena tak ada komunikasi yang dibangun oleh PDIP sebagai pemenang pileg untuk merangkul partai-partai politik lain.

"Perlu ada komunikasi dengan partai-partai lain, tak bisa koalisi kecil. Akibat itu sehingga tak ada komunikasi elite politik. 6 Parpol Koalisi Merah Putih dan koalisi ramping," kata Yani.

Anggota Komisi III DPR itu menjelaskan, sesama partai politik perlu saling komunikasi, jangan menutup diri. Sebab, lanjut Yani, Indonesia satu untuk kita semua, termasuk di dalamnya Koalisi Merah Putih dan koalisi ramping.

"Kalau belum ada titik temu, pilihan tak memuaskan semua pihak yang harus diputuskan," tandas Yani. (Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini