Jokowi: Hanya Kejar Pertumbuhan Ekonomi, Semua Rusak

Liputan6.com, Jakarta - KPU menggelar debat kelima kandidat Pilpres 2014 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan. Dalam debat bertemakan 'Pangan, Energi, dan Lingkungan' itu menghadirkan pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK.

Dalam pemaparannya, capres Joko Widodo menyatakan ada tiga aspek yang bisa menyeimbangkan lingkungan hidup. Yaitu kepentingan ekonomi, kepentingan hajat masyarakat, dan kelestarian lingkungan.

"Ketiganya harus berjalan seimbang dan paralel. Dengan demikian akan diperoleh pemanfaatan kelestarian alam juga, bukan hanya urusan ekonomi, tetapi juga kelestarian lingkungan juga. Semuanya harus berjalan paralel," kata Jokowi dalam debat capres di Hotel Bidakara, Jakarta, Sabtu (5/7/2014).

Jokowi menambahkan, lingkungan Indonesia saat ini mengalami kerusakan demi mengejar pertumbuhan ekonomi. "Hutan kita rusak, daerah aliran sungai juga rusak terumbu karang juga rusak, karena kita mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memikirkan kelestarian lingkungan," ucap dia.

Dia juga menyatakan akan betul-betul menjaga lingkungan. Karena lingkungan merupakan warisan yang akan diberikan kepada generasi berikutnya.

"Kita tidak bisa lagi berteori, kita tidak bisa lagi mengatakan hal-hal muluk, tapi apa yang kita ketahui segera dikerjakan. Karena kekurangan kita adalah melaksanakan, perencana banyak sekali, tapi melaksanakannya yang kurang," tegas Jokowi.

Dalam debat ini, istri dari Jokowi dan JK hadir. Tak hanya itu, sejumlah petinggi partai koalisi juga menyaksikan debat dari bangku bagian depan. Mereka di antaranya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, Tjahjo Kumolo, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

Tak ketinggalan, tim suksesnya seperti Anies Baswedan dan Alwi Shihab juga hadir.

KPU telah menunjuk Rektor Universitas Diponegoro, Sudharto P Hadi, sebagai moderator. Ajang ini menjadi debat terakhir sekaligus menutup masa kampanye pilpres. Mulai 6 hingga 8 Juli, tahapan Pilpres 2014 akan memasuki masa tenang. Pada masa itu, semua pihak dilarang melakukan kampanye. (Ein)