Sukses

Golkar Masih Ingin Pertahankan `Koalisi Gemuk`

Liputan6.com, Jakarta - Partai Golkar menilai pembentukan koalisi partai untuk pemerintahan 5 tahun ke depan tetap harus memakai pola koalisi gemuk. Koalisi demikian telah diwujudkan oleh SBY. Wasekjen Partai Golkar Nurul Arifin, koalisi gemuk a la SBY kurang berjalan karena lemahnya faktor kepemimpinan.

"Ketika bicara sistem presidensial dan kabinet, itu bisa jalan kalau ada dukungan suara mayoritas. Jadi jelas harus dibangun koalisi. Kalau sekarang akomodir banyak partai atau koalisi gemuk, itu karena kepemimpinan SBY yang tak tegas pada anggotanya," ujar Nurul alam diskusi Rumah Kebangsaan, di Jakarta, Rabu 23 April 2014.

Terlepas dari kepemimpinan yang tak tegas, koalisi gemuk juga tak boleh dinodai dengan budaya politik transaksional melalui bagi-bagi jabatan. Pemerintahan ke depan perlu diisi dengan para profesional, bukan elite politik.

"Kita di Golkar juga mau buat orang berisi profesional, tak bagi jatah menteri ke partai, seperti zaman orde baru dulu. Sudah ada zaken kabinet," kata anggota Komisi II DPR itu.

Terkait peta koalisi Indonesia saat ini, Nurul memprediksi akan ada 4 poros, yakni poros Golkar, PDIP, Gerindra, dan Demokrat. Ia menilai SBY dengan harga dirinya tak akan mau bergabung dengan yang lain.

"Saya pribadi nggak terpaku 3 poros. Saya yakin, selama karirnya, SBY itu tak pernah jadi staf, ada harga diri yang tinggi, tak menutup kemungkinan ada poros ke-4. Kita jangan terpola dengan 3 poros saja," pungkas Nurul.

Di sisi lai, di tempat dan acara yang sama, PDIP memandang koalisi harus dilakukan dengan partai yang memiliki visi-misi dan ideologis serupa agar presiden terpilih tak terjebak oleh partai-partai yang diajak kerja sama. Pandangan demikian lahir setelah melihat pengalaman SBY membentuk koalisi gemuk saat periode pemerintahannya.

"Apakah kita perlu koalisi gemuk model SBY? Yang mencoba menempatkan gambaran kekuasaan di parlemen. Itu mimpi kekuasaan 5 tahun lalu. Kerja sama yang dibangun malah terjebak," ujar Wasekjen PDIP Hasto Kristanto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.