Sukses

Politik Uang Kian Masif, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Kecewa

Saat Pileg 9 April lalu, nuansa persaingan antar-caleg di internal parpol begitu ketat, sehingga sesama kader saling menjatuhkan.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y. Thohari mengatakan praktik politik uang pada pemilu legislatif (pileg) tahun ini semakin masif dan terbuka. Saat Pileg 9 April lalu, nuansa persaingan antar-caleg di internal partai politik begitu ketat, sehingga sesama kader saling menjatuhkan.

"Kalau dulu orang hanya memilih tanda gambar, sehingga rakyat sulit mencari politik uang," ujar Hajriyanto dalam diskusi `Praktek Money Politics dalam Pemilu 2014` di Gedung MPR, Jakarta, Senin (21/4/2014).

Selain faktor persaingan antar-caleg yang makin ganas, Ketua DPP Partai Golkar ini juga menilai tingkat pendidikan pemilih jadi kendala. "Kadang ada anomali juga di berbagai tempat, semakin tinggi pendidikan semakin mahal. Kalau miskin Rp 25 ribu, yang mahal Rp 50 ribu," geram Hajriyanto.

Faktor lainnya adalah pemilih menganggap pembagian amplop berisi uang merupakan kultur budaya politik, sehingga hal itu dinilai lazim dilakukan.

"Kultur politik pemilihan kepala desa sudah hal yang lazim membagikan amplop sebagai finishing touch, tembakan terakhir. Sayangnya lembaga pengawasan ini tidak bekerja, ini kan bukan delik aduan seperti mencemarkan nama baik, ini pidana sehingga tidak perlu adanya aduan," ungkapnya.

Termasuk Caleg `Patah Hati`

Bisa jadi, Hajriyanto menambahkan, politik uang makin masif di pemilu tahun ini. Tak aneh, bila pria yang menjadi calon anggota legislatif atau caleg di Dapil Jawa Tengah IV (Kabupaten Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri) ini pesimistis bisa duduk di Senayan.

"Kayaknya saya kalah. Kalau saya sih prinsipnya begini, kalau kalah ya kalah, yang penting kita mempunyai prinsip kemenangan atau menjadi terpilih anggota DPR. MPR itu harus pakai cara-cara yang benar dan halal dan menjauhi cara-cara yang syubhat yang meragukan apalagi yang haram," ujar Hajriyanto, 17 April lalu.

Hajriyanto menilai Bawaslu dan Panwaslu kurang menjalankan tugasnya dengan baik. Sebab, seharusnya 2 lembaga independen itu mencegah terjadinya praktik-praktik tak sehat dalam pemilu.

"Bawaslu dan Panwaslu mestinya bertindak kalau memang ada politik uang. Panwaslu harus tergerak menemukan itu, sehingga tidak ada kesan Panwaslu hanya diam saja tidak berdaya kemudian memandang sebelah mata," tandasnya.


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.