Sukses

Pasca-Pileg, Tokoh Golkar dan Demokrat Dinilai Tertutup ke Media

Jika memang Demokrat dan Golkar menahan diri sengaja tidak tampil di media massa, itu dianggap sangat disayangkan.

Liputan6.com, Jakarta - Tokoh politik di Partai Golkar dan Partai Demokrat disebut paling tertutup ke media massa pascapemilu legislatif 9 April 2014. Berdasarkan analisis media yang dilakukan Trilian Communication, tokoh politik dari kedua partai itu paling jarang muncul di media massa pascapileg.

"Partai Demokrat dan Partai Golkar seminggu ini tidak sering diliput media. Nama tokoh politiknya tidak muncul satu pun dalam analisis media yang kita lakukan," kata pakar komunikasi politik Trilian Communication, Ekoputro Adijayanto, saat memaparkan hasil penelitiannya di Cikini, Jakarta, Rabu (26/4/2014).

Trilian menganalisis pemberitaaan dari enam media cetak nasional, 20 media online, dan enam media cetak daerah. Analisis dimulai terhitung mulai 9 April 2014 pukul 13.00 WIB dan berakhir pada 15 April 2014 pukul 23.59 WIB. Media yang dipantau merupakan media yang tidak terafiliasi kepada partai politik tertentu.

Hasilnya, Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo mendapatkan 37 poin, disusul Ketua Umum Nasdem Surya Paloh dengan 32 poin. Posisi ketiga kembali ditempati PDIP dengan wakil sekjennya, Hasto Kristianto.

"PDIP paling banyak muncul di media karena pergerakannya yang sejak awal memang langsung melakukan pendekatan ke parpol-parpol secara terbuka ke media. Pemberitaan Surya Paloh juga kemungkinan menjadi intens karena PDIP berkoalisi dengan Nasdem pimpinan Surya Paloh," jelas dia.

Posisi selanjutnya, secara berurut ditempati Ahmad Muzani (Gerindra) dan Muhaimin Iskandar (PKB) yang masing-masing mengantongi 19 poin. Kemudian Marwan Djafar (PKB) 16, Puan Maharani (PDI-P) 14, Fadli Zon (Gerindra) 11, Effendi Simbolon (PDI-P)10, Helmy Faisal Zaini (PKB) 8, Suhardi (Gerindra) 7.

Eko menduga, tidak munculnya nama tokoh politik Golkar dan Demokrat disebabkan dua kemungkinan. "Apakah strateginya memang tidak melalui media massa atau memang ini kecolongan sehingga eksistensi kalah dengan partai lain," paparnya.

Jika memang Demokrat dan Golkar menahan diri sengaja tidak tampil di media massa, menurut Eko, hal itu sangat disayangkan. Sebab pemberitaan di media massa merupakan sarana yang efektif untuk mendapatkan popularitas sekaligus elektabilitas.

"Di Indonesia semakin banyak bicara di media, eksistensi semakin tinggi. Apalagi dengan era demokrasi sekarang ini. Beda dengan era 70-an dulu, kalau dulu, diam itu emas," tandas Eko. (Yus Ariyanto)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini