Sukses

`Patah Hati` Politik Rhoma Irama

Capres dari PKB itu boleh dikatakan `patah hati`, karena Pileg 2014 dirinya yang berkampanye, namun yang maju pencapresan orang lain.

Oleh: Silvanus Alvin, Taufiqurrohman, Sugeng Triono, Ahmad Romadoni, Liputan6.com, Jakarta - Baru kini aku alami
Betapa sakitnya patah hati
Mengapa dulu ku dicintai
Kalau hanya untuk disakiti
Ya badan, mengapa begini

Penggalan lirik lagu berjudul 'Patah Hati' itu bisa jadi gambaran perasaaan terkini sang pencipta lagu tersebut, Rhoma Irama. Lantaran, Calon Presiden (Capres) dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu telah menyumbang kenaikkan suara pada Pemilu 2014, namun yang didorong untuk jadi cawapres justru Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.

Nama Ketua Umum (Ketum) DPP PKB itu justru dijagokan usai pileg, untuk disodorkan ke partai lain yang akan menjadi rekan koalisi. Apakah sikap Muhaimin ini bak kacang lupa kulitnya?

"Usulan pencawapresan Cak Imin (Muhaimin Iskandar) adalah dari kami, para pengurus PKB, juga didasarkan aspirasi hampir seluruh pengurus yang menurut survei internal menginginkan Cak Imin jadi cawapres," ujar Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding di Jakarta, menanggapi hal itu.

Menurut Karding, tidak ada yang salah dengan pencalonan Cak Imin sebagai wakil presiden. Karena selama ini, Rhoma dan Mahfud selama ini digadang sebagai capres bukan cawapres.

"Tokoh kita tersebut memang akadnya capres, bukan cawapres. Pencawapresan ini permintaan dari arus bawah dan bukan permintaan Cak Imin," jelas Karding.

Sementara itu, pria bergelar Raja Dangdut itu masih percaya sepenuh hati kalau dirinya hingga kini tetap berstatus calon presiden dari partai berlambang bola dunia itu. Meski 'patah hati'. Bahkan, seandainya dipinang oleh capres PDIP Joko Widodo sebagai calon wakil presiden, pinangan itu akan dia tolak.

"Saya setia dengan PKB, sampai detik ini harus," ujar Rhoma di kediamannya, Mampang, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2014).

Rhoma tak menampik bahwa dia bisa saja berpasangan dengan calon dari partai lain pada Pilpres 2014, termasuk dengan Jokowi. Namun, semuanya bukan dia yang memutuskan, karena keputusan itu sepenuhnya berada di tangan partai.

Cari 'Pasangan'

Pasca-Pemilu Legislatif 9 April lalu, berbagai elite partai politik mulai menjalankan berbagai manuver politik untuk mencari kawan koalisi dan mencari 'pasangan' tepat. Sebut saja PDIP, partai berlambang banteng moncong putih itu sudah mendekat ke Nasdem dan PKB.

Sementara Gerindra diperkirakan akan merangkul PAN, atau bahkan seluruh partai Islam. Lalu Partai Golkar dan Partai Demokrat belum menentukan arah. Meski pendekatan antara Partai Demokrat dan Partai Gerindra sudah ditempuh, menyatukan keduanya diperkirakan sangat sulit.

Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SRMC), Djayadi Hanan mengatakan, Prabowo Subianto sebagai calon presiden atau capres dari Gerindra sudah tak bisa ditawar lagi. Di sisi lain, Demokrat belum menentukan capres melalui konvensi.

Nama yang paling populer dari konvensi Partai Demokrat, yakni Dahlan Iskan. Tapi, muncul hasrat kuat dari internal partai untuk memajukan Pramono Edhie Wibowo sebagai capres.

"Anda boleh bilang ada dikotomi militer-sipil. Masa ada 2 jenderal maju, gitu lho," kata Djayadi usai menghadiri diskusi politik di Warung Daun, kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.

Karena itu, Djayadi menilai Partai Demokrat lebih cocok berkoalisi dengan Partai Golkar. Hubungan antar-keduanya juga sudah dikenal baik sejak Pemilu 2004. Karena itu, koalisi ini bisa jadi pertimbangan. "Demokrat itu paling mungkin dengan Golkar atau bikin sendiri," lanjutnya.

Partai Amanat Nasional (PAN) pun demikian, harus memikirkan kecocokan partai koalisinya. Maka itu PAN tengah menjajaki 3 partai lainnya.

"Masih dibicarakan. Baru dalam pembicaraan. Semuanya dalam pembicaraan baik dengan PDIP, Gerindra, dan PKB," ujar Ketua Umum PAN Hatta Rajasa, di JIExpo, Jakarta.

Hatta mengatakan, sejauh ini belum ada keputusan resmi terkait partai mana yang akan berkoalisi dengan PAN. Kepastian koalisi akan ditentukan setelah hasil real count atau hasil hitungan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sementara juru bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul menyarankan, peserta Konvensi Capres tak berpolemik menentukan nasib kontestasi pemilihan bakal pengganti Presiden SBY itu. Semua keputusan soal konvensi kini di tangan SBY.

"Konvensi belum diputuskan nasibnya, itu ada di tangan Pak SBY atau komite konvensi. Jadi janganlah membuat polemik atau spekulasi konvensi dihentikan saja," kata Ruhut di Edhie Wibowo Media Center, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat.

Juru bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul membeberkan, partai berlambang mercy itu memiliki pengalaman yang kurang mengenakkan selama duet SBY-JK berlangsung. Ketika ditanya mengenai peluang duet Jokowi-JK sebagai capres dan cawapres, Ruhut justru tertawa.

"Capek pokoknya. Pak SBY aja capek bukan main apalagi Jokowi nanti, Jokowi bisa stres sama JK," kata Ruhut di Jakarta.

Lain lagi dengan Partai Gerindra yang menyatakan sudah melakukan beberapa pertemuan intensif, dengan beberapa partai politik terkait rencana koalisi pada pemerintahan mendatang.

"Komunikasi politik Gerindra mengalami kemajuan signifikan, dengan parpol lain menghasilkan sebuah pembicaraan menuju kesepakatan-kesepakatan ke depan," kata Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani di DPP Partai Gerindra, Jakarta.

Muzani berujar, meski komunikasi semakin berkembang tapi itu belum melakukan kesepakatan. Dia menambahkan, saat ini Gerindra sedang 'berpacaran' atau penjajakan lebih intensif dengan beberapa parpol.

"Mengarah kesepakatan iya, tapi kami masih pacaran belum benar-benar sepakat berkoalisi. Tapi pembicaraan sudah sepaham. Yaitu ingin membawa Indonesia lebih baik. Itu bagus ya," ujarnya.

Menurut LSM Lingkaran Nurani, cawapres yang ideal mendamping Prabowo subianto adalah Gita Wirjawan. Hal ini lantaran sepak Gita Wirjawan dinilai sukses dalam hal ekonomi.

"Duet Prabowo dan Gita Wirjawan bisa lebih fokus mengembangkan sektor ril di Tanah Air dan memberikan angin segar bagi iklim investasi karena ada kepercayaan asing (magnet Gita)," kata Sekjen LSM Lingkaran Nurani Ahmad Azhar kepada Liputan6.com di Jakarta.

Silaturahmi politik yang dilakukan Capres PDIP Jokowi kepada 3 Ketua Umum Partai yakni Nasdem, Golkar, dan PKB dipandang sebagai langkah negatif. Blusukan politik itu mengindikasikan Jokowi sangat haus kekuasaan dan terlalu ngebet ingin segera menjadi presiden RI.

"Sekarang rakyat tahu, siapa calon presiden yang paling bernafsu ingin berkuasa? Blusukan politik ini menjadi bukti nyata bahwa Jokowi ngebet ingin menjadi presiden," kata pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Pangi Syarwi Chaniago, dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com. (Raden Trimutia Hatta)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.