Sukses

Safari Politik Mencari Teman Koalisi

Mantan walikota Solo, Jokowi, mengaku hatinya bergetar selama pertemuan 1 jam di ruangan Surya Paloh.

Liputan6.com, Jakarta - Oleh Tim Liputan6.com

Jarum jam baru saja menunjuk angka 11 siang, ketika calon presiden PDI Perjuangan Joko Widodo tiba di ruang tunggu kantor DPP Partai Nasdem. Mengenakan kemeja putih, Joko Widodo atau Jokowi langsung bersalaman dengan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo yang sudah tiba lebih dulu. Tak mau membuang waktu, keduanya segera menuju lantai 5 menemui Ketua umum Nasdem Surya Paloh yang sudah menunggu.

Kunjungan Jokowi pada Sabtu siang (12/4/2014) itu bukan kunjungan biasa. Melainkan membawa misi politik khusus. Ya, kedatangan Gubernur DKI Jakarta, yang kerap blusukan setiap akhir pekan itu, untuk membahas koalisi dengan Surya Paloh. Kunjungan ini sekaligus menandai dimulainya safari politik Jokowi dan PDIP mencari teman koalisi.

Meski unggul dalam pemilu legislatif 9 April 2014, PDIP yang memperoleh 19 persen suara tetap tak bisa mengusung capres-cawapres sendiri. Untuk bisa melanggeng dalam pemilu presiden 9 Juli nanti, tak ada pilihan lain kecuali partai berlambang banteng moncong putih ini harus berkoalisi untuk memenuhi syarat peserta pilpres.

Ketua Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) Saiful Mujani mengatakan, kemungkinan PDIP akan berkoalisi dengan tiga partai yakni PKB, NasDem, dan PKPI. Sedangkan mantan Kepala Pusat Penelitian Politik Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, memprediksikan partai merah itu akan berkoalisi dengan PKB dan NasDem.

Sabtu Bergetar di Gondangdia

Tersenyum lebar, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan capres PDIP Jokowi bersalaman sambil mengangkat kedua tangan mereka. Wajah keduanya jelas terlihat cerah usai melakukan pertemuan tertutup selama 1 jam. Disebutkan, kedua tokoh partai berhasil membuat keputusan penting pada Sabtu siang di kantor DPP Nasdem, Gondangdia Lama, Jakarta Pusat.

Dalam keterangannya kepada wartawan , Surya Paloh mengatakan partainya mendukung PDIP mengusung Jokowi sebagai capres. "Sambil nunggu hasil resmi KPU, kami sepakat rapatkan barisan untuk persiapan mendukung capres PDIP yang di sebelah kanan saya, Mas Jokowi," kata Paloh.

Menurut Paloh, partainya setuju dengan pilihan PDIP karena visi misinya sama. Terkait pasangan Jokowi, Paloh mengatakan partainya bisa saja mengusulkan cawapres dari dalam partai atau mengambil dari luar partai. "Saya akan upayakan 2-3 hari ini dan kita bicarakan dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri," tandasnya.

Selain setuju mendukung Jokowi, pertemuan itu juga menghasilkan kesepakatan tentang sistem pemerintahan yang akan dibentuk jika menang dalam pemilu presiden 9 Juli mendatang. Menurut Jokowi, koalisinya akan mengembalikan roh presidensil dalam pemerintahan ke depan. “Sistem presidensil kuat dan juga garis-garis perjuangan, lalu gerakan perubahan ke depan kita punya platform sama," ujar Jokowi. Hal ini penting, lanjutnya, untuk menghindari presiden disandera parlemen.

Jokowi juga menegaskan, koalisinya sepakat tidak akan melakukan bagi-bagi kursi pemerintahan. "Buang jauh-jauh karakter transaksional, karakter bagi-bagi kursi, dan bagi-bagi menteri. Kami PDIP dan NasDem setuju itu," jelas Jokowi yang didamping Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo.

Pertemuan dengan Surya Paloh menjadi titik penting bagi Jokowi. Mantan walikota Solo itu mengaku hatinya bergetar selama pertemuan 1 jam di ruangan Surya Paloh. Apalagi selama pembicaraan, tak ada wacana Surya Paloh memaksakan diri menjadi cawapres. "Ini seperti Bu Mega yang memberikan generasi baru terhadap yang muda-muda untuk tampil. Saya kira mereka berdua punya kebesaran jiwa untuk bangsa ke depan. Ini yang saya sangat hargai," kata Jokowi.

Menurut pengamat politik dari lembaga survei Indikator, Hendro Prasetyo, koalisi Nasdem mendukung jokowi sebagai capres bukan sesuatu yang luar biasa. "Nasdem memang sudah sejak awal membuat pernyataan menuju ke sana. Surya Paloh memang sudah lama mau merapat ke Megawati," kata Hendro ketika dihubungi Liputan6.com.

Hendro menilai, koalisi ini justru menguntungkan Nasdem. Setidaknya partai baru itu berpeluang masuk pemerintahan. “Ini momen Nasdem untuk tidak menjadi oplosan terus.” Sebaliknya bagi PDIP, ujar Hendro, koalisi ini tak memberikan pengaruh besar pada partai tersebut. Menurut Hendro, untuk mencari suara yang lebih besar, PDIP membutuhkan partai Islam.

Meski bukan partai yang memiliki massa kuat, namun Surya Paloh yakin koalisinya dengan PDIP akan menguntungkan pencapresan Jokowi. Paloh mengatakan, partainya akan menggunakan semua fasilitas dan jaringan yan mereka miliki untuk memenangkan Jokowi. "Kalau bisa serangan udara, darat dan laut. Tapi objektifnya itu tetap mendapatkan hati rakyat," tandasnya.

Surya Paloh memang diketahui sebagai pemilik Media Group yang menaungi Metro TV, harian Media Indonesia, dan beberapa surat kabar local lainnya.

Jokowi yang mendengar hal itu terlihat semringah. Bagaimana tidak, sejak diumumkan sebagai capres, serangan udara Jokowi hampir tidak ada.

Gagal Menaklukkan Golkar

Sukses merangkul Nasdem, Jokowi dan petinggi PDIP melanjutkan safari politik ke Golkar. Tepat pukul 13.30 WIB, Jokowi dan Tjahjo tiba di kantor DPP Golkar. Agendanya mereka akan bertemu Ketua Umum Golkar Abu Rizal Bakri atau Ical.

Sayang pertemuan itu tak memberikan hasil memuaskan. Jokowi gagal menaklukkan Ical untuk bergabung membentuk koalisi. "Kami sepakat PDIP dan Golkar tetap mencalonkan capres sendiri-sendiri. Tapi siapapun yang menang, kami akan mendukung presiden terpilih dalam kerja sama, dalam parlemen untuk Indonesia yang lebih baik," ujar Ical yang terlihat santai mengenakan kaos berkerah coklat keabu-abuan.

Ical memastikan dirinya tetap maju dalam pilpres. Bahkan ayah mertua artis sinetron Nia ramadi ini mengatakan sudah mengantongi nama cawapres yang akan mendapinginya dalam pilpres.

Tersendat di Calon Wakil presiden

Kendati gagal menaklukkan Ical, Jokowi dan PDIP tak mau berhenti. Sabtu malam ia bertandang ke DPP PKB menemui Ketua Umum Muhaimin Iskandar. Tapi kedua partai belum menemui titik temu. Keduanya masih terbentur pada cawapres yang akan mendukung Jokowi.

Gagal memperoleh 25 persen suara, PKB terpaksa tak bisa sendiri mengusung pedangdut Rhoma Irama sebagai presiden. Partai berbasis NU ini pun harus mengubah targetnya dari mengincar kursi presiden menjadi wakil presiden. Keinginan inilah yang menjadi ganjalan belum tercapainya kata sepakat dengan PDIP.

Dengan memperoleh 9 persen suara, PKB percaya diri bisa merebut kursi cawapres. "Kami ingin diajak. Kalau ada yang ingin saya jadi cawapresnya Jokowi, ya bisa-bisa saja," kata Muhaimin.

Populer di Media Sosial

Meski PDIP mengaku sudah mengantongi beberapa nama yang akan mendampingi Jokowi sebagai cawapres, namun yang paling banyak berkembang adalah wacana memasangkan Jokowi dan Jusuf kalla sebagai presiden dan wakil presiden. Di situs sosial Twitter, pasangan ini menjadi trending topic worldwide. Bahkan di Twitter juga muncul gerakan mendukung Jokowi-Jk lewat sebuah akun.

Dukungan juga dilontarkan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Meski demikian, mantan wapres Jusuf Kalla mengatakan belum ada pembicaraan dengan Paloh tentang pencalonannya. Tapi bagaimanapun, Jk mengatakan membuka diri jika ada yang ingin meminangnya sebagai cawapres.

Berdasarkan simulasi Lembaga Survey Cirus (LSC), Februari hingga Maret lalu, pasangan Jokowi dan JK berpotensi meraih suara di atas 50 persen, baik dalam pilpres dengan 3 pasangan calon, maupun dengan 2 pasangan calon.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Sharif Cicip Sutardjo mengatakan boleh-boleh saja JK maju sebagai cawapres. Asalkan, ujar Cicip, politisi senior Golkar itu tidak membawa pasukan dan atribut partai untuk mendukung pencalonannya. Alasannya, Golkar sudah menyiapkan Ketua Umumnya Abu Rizal Bakrie untuk bertanding dalam pilpres mendatang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.